Friday, May 24, 2019

Makalah Pendaftaran Hak Atas Tanah


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nyalah saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Berikut ini penyusun mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Pendaftaran Hak Atas Tanah", yang menurut penulis dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

                                                                        Serang, 12 Oktober 2016
                                                                        Penyusun,


                                                                         JON EFENDY PURBA, S.Pd. SH

                                                       

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................................... 3
1.2. Identifikasi Masalah  ................................................................................................ 6
1.3. Maksud dan Tujuan .................................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Dasar Hukum & Pengertian Pendaftaran Hak Atas Tanah ....................................... 7
2.2. Tujuan & Manfaat Pendaftaran Hak Atas Tanah ................................................... 11
2.3. Asas-Asas & Objek Pendaftaran Hak Atas Tanah ................................................. 12
2.4. Beberapa Sistem Pendaftaran Hak Atas Tanah ...................................................... 13
2.5. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia &
        Kekuatan Pembuktian Sertifikat Hak Atas Tanah ................................................. 14
2.6. Kegiatan Pendaftaran Hak Atas Tanah ................................................................... 15

BAB III PENUTUP
Kesimpulan .................................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 29
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS .................................................................. 31

BAB I
PENDAHULUAN


1.1.  Latar Belakang
   Masalah pertanahan di Indonesia sudah ada ketentuan yang mengatur sejak sebelum jaman penjajahan Belanda, tepatnya sebelum tahun 1870 pertnahan sudah diatur dengan keputusan raja, yang pada saat itu kepemilikan terhadap tanah mutlah berada pada raja beserta bawahannya, sedangkan rakyat tidak diperkenankan untuk mempunyai hak kepemilikian terhadap tanah. Hak yang ada pada rakyat hanyalah kewenangan sebagai penggarap dengan sebagian separuh dari hasil, sedangkan separuhnya lagi harus diserahkan kepada raja. Timbulnya hak petani penggarap harus didahului dengan permohonan dari para petani itu sendiri kepada raja, dan apabila raja mengijinkan maka dikeluarkan ijin kepada petani penggarap saja, dan mulai saat itulah seorang petani penggarap mulai mempunyai wewenang menggarap tanah.
Pada zaman penjajahan Belanda hak atas tanah masih dalam kekuasaan pemerintahan, hanya saja saat itu rakyat telah mulai diberikan hak sewa dari raja.. pada zaman pemerintahan Rafles tahun 1811 – 1816 menciptakan sistem Landrente artinya sewa tanah raja, bukan sewa pemerintah, pada saat itu petani atau masyarakat hanyalah berperan sebagai penyewa bukan sebagai pemilik atas tanah. Pada saat itu pendaftaran tanah telah dilakukan hanya saja terbatas pada tanah yang disewa para penyewa. Hak atas tanah ini kemudian berkembang pada tahun 1854, yang semula terbatas pada petani penggarap berkembang kepada pihak swasta dengan jangka waktu tertentu.
Keserahkahan Belanda terhadap Negara jajahanya tidak henti-hentinya dengan menciptakan sistem tanam paksa selama 40 tahun (1831-1870). Dengan Tanam Paksa, semua keuntungan dibawa negeri Belanda dengan motto Java Was De kurt Waarop Nederland Dreef artinya jawa menjadi gabus tempat negeri Belanda terapung. Pemerintah Belanda memberlakukan hukum argaria dengan dasar Pasal 51 I.S dengan ketentuan[1] :
1.      Gubernur Jendral tidak boleh menjual tanah kecuali tanah skala kecil untuk perluasan kota.
2.      Gubernur Jendral dapat menyewakan tanah.
3.      Gubernur Jendral dengan hak erfach paling lama 75 tahun.
4.      Tanah rakyat asli tidak boleh dipergunakan oleh Gubernur Jendral kecuali untuk kepentingan umum atau perkebunan.
5.      Persewaan tanah oleh rakyat asli diatur dengan Agaris Wet, lembaran Negara 1870 No. 118, yang asas utamanya dalam kepemilikan tanah disebut Asas Domein, artinya tanah yang tidak dapat dibuktikan hak eigendom menjadi Domein Negara (milik Negara).
Hukum Agraria pada jaman Belanda pada prinsipnya[2] :
1.      Tidak mengatur tata cara peralihan hak, tidak ada patokan prosedur dan tata cara peralihan hak. Jika terjadi peralihan hak tidak ada perlindungan hukum, yang mengakibatkan tidak ada kepastian hukum, yang ada hanya kepercayaan antara yang mengalihkan dan menerima hak.
2.      Tidak ada mengatur tata cara pengusaan tanah, pengusaan tanah semata-mata hanya fisik saja, dan tidak ada pengusaan secara administratif yuridis.
3.      Tidak mengatur alat bukti hak atas tanah, karena tidak ada administratif yuridis. Alat buktinya cukup alat bukti saksi dari seseorang atau pihak lain.
Hukum Argaria jaman Belanda berorintasi pada pemasukkan dana melalui pemungutan pajak tanah demi kepentingan Belanda. Kepemilikan tanah tidak disertai dengan alat bukti kepemilikan, akibatnya para pemilik tanah dilihat dari sudut pandang juridis sama saja tidak ada kepemilikan terhadap tanah. Inilah yang berlangsung terus menerus.
Sebelum berlakunya ketentuan Pendaftaran Tanah, maka berlaku adalah ketentuan mengenai Overschrijvings Ordonantie (Ordonansi Balik Nama). Tujuannya adalah :
1)      Mengatur kembali ketentuan-ketentuan mengenai pendaftaran hak.
2)      Mengatur kembali ketentuan-ketentuan bea balik nama.
Setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Argaria No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Argaria, maka untuk menjamin kepastian hukum terhadap hak atas tanah, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini membawa dampak positif terhadap jaminan kepada masyarakat akan kepastian hukum hak atas tanah, sehingga status tanah tidak lagi seperti pada jaman Belanda. Berbagai aturan telah diterbitkan oleh Pemerintah sehubungan dengan pendaftaran tanah, diantaranya Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 dan No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Maka untuk menjamin kepastian hukum, maka mendaftarkan hak atas tanah merupakan hal yang penting dilakukan. Hal ini dilakukan guna menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah serta pihak lain yang berkepentingan dengan tanah tersebut. Pendaftaran tanah dilakukan di Kantor Badan Pertnahan Nasional (BPN) serta dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berada di Wilayah Kabupaten / Kota.
Di Indonesia sistem pendaftaran tanah masih menimbulkan polemik. Masih banyak masyarakat Indonesia yang sukar untuk dapat mengatasi masalah ini dengan baik. Sebagaian besar penduduk mengira masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan uang. Cara instan ataupun cepat yang dilakukan dengan semakin besar mereka mengeluarkan uang maka akan semakin cepat pula penyelesainnya. Padahal sesuai kenyataan, cara yang diambil ini salah. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang menjadi oknum menyelesaikan urusan dalam pendaftaran tanah menyatakan “uang yang diminta dari para pendaftaran tanah mereka akan masuk ke dalam kas negara dan bukan masuk ke saku pribadi dan proses ini disebut sebagai uang administrasi”.
Berdasarkan uraian diatas, maka saya akan membahas makalah hukum argaria mengenai “Pendaftaran Hak Atas Tanah”.


1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang ingin dilihat dalam penulisan ini adalah :
1.      Apa Pengertian dan Dasar Hukum dari Pendaftaran Tanah ?
2.      Apa Tujuan dan Manfaat dari Pendaftaran Tanah ?
3.      Apa saja Asas-Asas dan Objek dari Pendaftaran Tanah ?
4.      Bagaimana Tata Cara Pendaftaran Tanah ?

1.3. Maksud dan Tujuan
      Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah :
  1. Untuk mengetahui mengenai Pengertian dan Dasar Hukum dari Pendaftaran Tanah.
  2. Untuk mengetahui mengenai Tujuan dan Manfaat dari Pendaftaran Tanah.
  3. Untuk mengetahui mengenai Asas-Asas dan Objek dari Pendaftaran Tanah.
  4. Untuk mengetahui mengenai Tata Cara Pendaftaran Tanah.


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Dasar Hukum & Pengertian Pendaftaran Hak Atas Tanah
Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan tersedianya perangkat hukum tertulis yang lengkap, jelas, dilaksanakan secara konsisten, dan penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif.[3]
Dengan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, siapapun yang berkepentingan akan dengan mudah dapat mengetahui kemungkinan-kemungkinan apa yang tersedia baginya untuk menguasai dan menggunakan tanah yang diperlukannya, bagaimana cara memperoleh, hak-hak yang melekat pada tanah tersebut, serta larangan-larangan yang terdapat dalam penguasaan tanah dengan hak-hak tertentu, sanksi apa yang dihadapinya jika diabaikan ketentuan-ketentuan yang bersangkutan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan penguasaan dan penggunaan tanah yang dimiliki.
Ketentuan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, seperti[4] :
1)      Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 19 ayat (1), 23 ayat (1), 32 ayat (1), dan 38 ayat (1).
2)      Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menggantikan PP Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
3)      Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
4)      Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional.
 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan pada tanggal 24 September 1960, yang dikenal dengan UUPA, merupakan pelaksanaan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Sebelum berlakunya UUPA, hanya bagi tanah-tanah yang tunduk pada hukum Barat, misalnya hak eigendom, hak erpacht dan hak opstal dilakukan pendaftaran tanah yang tujuannya untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan kepada pemegangnya diberikan tanda bukti dengan suatu akta yang dibuat oleh pejabat balik nama.[5]
Ketentuan Pendaftaran Tanah di Indonesia diatur dalam UUPA Pasal 19, yang dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berlaku efektif sejak tanggal 8 Oktober 1997. Kedua peraturan pemerintah ini merupakan bentuk pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka recht kadaster yang bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti yang dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tersebut berupa buku tanah dan sertifikat tanah yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur.[6]
Pada pasal 19 ayat (1) UUPA menjelaskan kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah, “untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Pasal 23 ayat (1) UUPA juga mengatur pendaftaran Hak Milik yang menyatakan, “ hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanan dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan yang dimaksudkan dalam Pasal 19”. Pasal 32 ayat (1) UUPA menentukan bahwa Hak Guna Usaha termasuk syaratsyarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA. Kemudian Pasal 38 ayat (1) UUPA mengatur ketentuan Hak Guna Bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan dalam Pasal 19 UUPA.
Pendaftaran tanah berasal dari kata cadastre yaitu suatu istilah teknis untuk satu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan kepemilikan (alas hak) dari sutu bidang tanah. cadastre berasal dari bahasa latin capitastrum yang berarti suatu register atau capita atau urut yang diperbuat untuk pajak tanah romawi (caputatip terreus). Arti yang tegas cadastre adalah record (rekaman) lahan-lahan, nilai-nilai tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian cadastre merupakan sarana yang tepat, memberikan uraian dan identifikasi dari lahan sebagai continuous recording (rekaman berkesinambungan) hak atas tanah.[7]
Pendaftaran Hak Atas Tanah dijelaskan sesuai pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukam oleh pemerintah terus menerus secara berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan pengolahan pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.[8]
Dari pengertian yang diuraikan diatas, apabila diperinci maka pendaftaran tanah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1)      Suatu rangkaian kegiatan Pendaftaran tanah ialah berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain, berurutan menjadi kesatuan demi tersedianya data yang diperlukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan bagi masyarakat.
2)      Terus menerus Pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah yang selalu berkelanjutan. Data yang sudah terkumpul dan tersedia harus selalu terpelihara, dalam arti disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian, hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terkini.
3)       Teratur Bahwa kegiatan pendaftaran tanah di Indonesia berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku karena akan menjadi alat bukti menurut hukum. Sehingga kegiatan pendaftaran tanah ini melalui suatu ketentuan yang sangat teliti dan terarah.
a)      Data tanah Data yang dikumpulkan dalam pendaftaran tanah terdiri dari dua data, yaitu :
v  Data Fisik, adalah informasi mengenai letak tanah, batasbatas tanah, berapa luas bidang tanah, termasuk keterangan mengenai bangunan atau bagian bangunan diatasnya.
v  Data Yuridis, adalah informasi mengenai jenis hak atas tanah, individu pemegang hak tersebut, serta peralihan dan pembebanan dengan hak-hak lain.
b)      Wilayah
Adalah mencakup kesatuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah adalah desa atau kelurahan (Pasal 10 ayat (1) PP Nomor 24 tahun 1997).
c)      Tanah Tertentu
Berarti menuju pada bidang tanah sebagai obyek pendaftaran tanah dan hak-hak yang melekat padanya.
Mengenai pendaftaran tanah di Indonesia diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, karena sejalan dengan perkembangan yang ada dimana perlu adanya penyempurnaanpenyempurnaan berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dikeluarkan berdasarkan pada Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA, yang menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.
Hal yang dimaksudkan dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA tersebut ditegaskan oleh ayat (2) yang menyebutkan Pendaftaran Tanah meliputi kegiatan :
1)   Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah.
2)   Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
3)   Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

2.2.  Tujuan & Manfaat Pendaftaran Hak Atas Tanah
Pendaftaran tanah merupakan sejumlah rangkaian dari proses yang mendahuluinya, sehingga suatu bidang tanah terdaftar, dan demikian pula prosedur apa yang harus dilaksanakan dan demikian pula hal-hal yang menghalangi pendaftaran tersebut ataupun laranganlarangan bagi para pejabat dalam pendaftaran tanah tersebut. “Pendaftaran tanah ini melalui suatu ketentuan yang sangat teliti dan terarah sehingga tidak mungkin asal saja, terlebih lagi tujuan dari pendaftaran tersebut bukan sekedar untuk menerbitkan sertifikat hak atas tanah”.[9]
Tujuan Pendaftaran Tanah menurut Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997, yaitu[10] :
1)   Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak suatu bidang tanah, rumah susun, atau hak lain yang terdaftar. Agar mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak.
2)   Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
3)   Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Sedangkan, menurut Boedi Harsono tujuan dari pendaftaran tanah adalah agar dari kegiatan tersebut dapat diciptakan suatu keadaan di mana.[11]
1)      Orang-orang dan badan-badan hukum yang mempunyai tanah dengan mudah dapat membuktikan, bahwa merekalah yang berhak, hak apa yang dipunyai, dan tanah manakah yang dihaki. Tujuan itu dicapai dengan memberikan surat tanda bukti hak kepada pemegang hak yang bersangkutan.
2)      Siapapun yang memerlukan dapat mudah memperoleh keterangan yang dapat dipercaya mengenai tanah-tanah yang terletak di wilayah pendaftaran yang bersangkutan (baik ia calon pembeli/kreditur) yang ingin memperoleh kepastian, apakah keterangan yang diberikan kepadanya oleh penjual/debitur itu benar. Tujuan ini dicapai dengan memberikan sifat terbuka bagi umum pada data yang disimpan.

2.3.  Asas-Asas & Objek Pendaftaran Tanah Hak Atas Tanah
Dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia juga berpedoman pada asas-asas pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan ketentuan Pasal 2 dan Penjelasan Pasal 2 PP Nomor 24 Tahun 1997 berpedoman pada asas-asas sebagai berikut[12] :
1.    Sederhana, yaitu asas dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokok dan tata caranya mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama hak atas tanah.
2.    Aman, yaitu suatu asas yang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
3.    Terjangkau, asas yang dimaksudkan bahwa keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, dengan memperhatikan golongan ekonomi lemah.
4.    Mukhtahir, adanya kelengkapan data yang memadai dalam pelaksanaannya dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya, sehingga data pendaftaran tanah harus dipelihara. Data disimpan dalam bentuk buku tanah di kantor pertanahan dan harus selalu diperbaharui jika ada perubahan.
5.    Terbuka, masyarakat dapat memperoleh keterangan tentang data yang benar setiap saat.
Objek Pendaftaran Tanah Hak Atas Tanah terdapat dalam Pasal 9 PP Nomor 24 Tahun 1997, meliputi[13] :
1.    Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.
2.      Tanah hak pengelolaan.
3.      Tanah wakaf.
4.      Hak milik atas satuan rumah susun.
5.      Hak tanggungan.
6.      Tanah negara.
Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, maka kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah, kecuali dalam hal pendaftaran tanah terhadap obyek bidang tanah yang berstatus tanah negara dilakukan dengan mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak diterbitkan sertifikat.

2.4. Beberapa Sistem Pendaftaran Tanah Hak Atas Tanah
Sistem pendaftaran tanah merupakan suatu cara atau metode yang digunakan dalam melaksanakan pendaftaran tanah. Dalam pendaftaran tanah, dikenal beberapa sistem pendaftaran tanah sebagai berikut[14] :
1)      Sistem Torrens
Sistem Torrens ini dipakai di India, Malaysia dan singapura. Dalam memakai system Torrens ini, negara-negara tersebut melihat pengalaman-pengalaman dari negara-negara lain jadi dalam detailnya agak menyimpang dari sistem aslinya tetapi pada hakikatnya adalah Sistem Torrens yang disempurnakan dengan tambahan-tambahan dan perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan hukum materialnya masing-masing Negara tersebut, tetapi tata dasarnya adalah sama yakni The Real Property Act.
Sertifikat tanah menurut sistem ini merupakan alat bukti pemegangan hak atas tanah yang paling lengkap serta tidak bisa untuk diganggu gugat. Ganti rugi terhadap pemilik sejati adalah melalui dana asuransi. Untuk merubah buku tanah adalah tidak mungkin terkecuali jika memperoleh sertifikat tanah dengan cara pemalsuan dengan tulisan atau diperolehnya dengan cara penipuan.[15]
2)      Sistem Positif
Menurut sistem ini suatu sertifikat tanah diterbitkan yang diberikan kepada pemegang hak, berlaku sebagai tanda bukti hak atas tanah yang mutlak serta merupakan satu-satunya bukti hak atas tanah. Ciri pokok sistem positif ini, pendaftaran tanah adalah menjamin dengan sempurna bahwa nama yang terdaftar dalam buku tanah adalah tidak dapat dibantah kendatipun ia ternyata bukanlah pemilik yang berhak atas tanah tersebut. Sistem positif ini memberikan kepercayaan yang mutlak kepada buku tanah. Pejabat Balik Nama Tanah dalam sistem positif memainkan peranan yang aktif. Mereka menyelidiki apakah hak atas tanah yang dipindahkan itu dapat untuk didaftar atau tidak. Menurut sistem positif hubungan hukum antara hak dari orang yang namanya terdaftar dalam buku tanah dengan pemberi hak sebelumnya terputus sejak hak tersebut didaftarkan.[16]
3)      Sistem Negatif
Dalam sistem negatif ini segala apa yang tercantum didalam sertifikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya (tidak benar) di muka siding pengadilan. Adapun asas peralihan hak atas tanah menurut sistem Negatif ini adalah asas nemo plus yuris yakni melindungi pemegang hak atas tanah yang sebenarnya dari tindakan orang lain yang ingin mengalihkan haknya tanpa diketahui oleh pemegang hak sebenarnya.
Ciri pokok sistem negatif ini, pendaftaran tanah tidaklah menjamin bahwa nama-nama yang terdaftar dalam buku tanah tidak dapat untuk dibantah jika nama yang terdaftar bukanlah nama pemilik sebenarnya. Hak dari nama yang terdaftar ditentukan oleh hak dari pemberi hak sebelumnya, perolehan hak tersebut merupakan mata rantai perbuatan hukum dalam pendaftaran hak atas tanah. Ciri pokok lainnya dari sistem negatif ini ialah Pejabat Balik Nama Tanah berperan pasif, artinya pejabat yang bersangkutan tidak berkewajiban untuk menyelidiki kebenaran dari surat-surat yang diserahkan kepadanya.[17]




2.5.  Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Kekuatan Pembuktian Sertifikat Hak Atas Tanah
Pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yaitu pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan bahwa sistem pendaftaran tanahnya adalah sistem negatif, tetapi mengandung unsur (bertendensi) positif karena akan menghasilkan surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf C, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA, ditambah ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP Nomor 24 tahun 1997.
Kepada pemilik hak atas tanah diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Makna pernyataan sertifikat berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat adalah selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya (tidak sesuai), data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam melakukan perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkara di Pengadilan. Dengan demikian data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat harus sesuai dengan data yang tercantum pada surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.[18]
Sertifikat hak atas tanah diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum yang secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkan sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.[19]
Ketentuan tersebut bertujuan, pada satu pihak untuk tetap berpegang pada sistem publikasi negatif dan pada pihak lain untuk secara seimbang memberi kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah dengan sertifikat sebagai tanda buktinya, yang menurut UUPA sebagai alat pembuktian yang kuat. Kelemahan dari sistem publikasi negatif adalah, bahwa pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain yang merasa berhak mempunyai tanah itu.
Dalam hal hak yang bersangkutan berpindah kepada pihak lain dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat yang merupakan tanda buktinya, ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 tahun 1997 juga berlaku bagi penerima hak yang bersangkutan, sejak diterbitkannya sertifikat. Dalam hal sesudah lampau, jangka waktu 5 (lima) tahun terjadi pemindahan hak, penerima hak juga tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lain yang sejak lewat 5 (lima) tahun tersebut sudah kehilangan haknya berdasarkan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997.
Penguasaan tanah selanjutnya juga dilindungi oleh hukum terhadap gugatan pihak lain daripada pihak yang sudah kehilangan haknya itu, jika perbuatan hukum pemindahan hak yang bersangkutan dilakukan dengan itikad baik, sesuai ketentuan hukum yang berlaku berdasarkan sertifikat yang merupakan alat pembuktian yang kuat dan diakui dengan pendaftarannya. Selain itikad baik mempunyai bobot penilaian yang tinggi dalam hukum, khususnya hukum adat yang merupakan dasar hukum tanah nasional, penerima hak yang menguasai tanahnya masih selalu dapat mendalilkan berlakunya lembaga rechtsverwerking sebagai lembaganya hukum adat masih tetap berlaku disamping Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997. Dalam kasuskasus konkret, hakim yang wajib menimbang berat ringannya bobot kepentingan pihak-pihak yang berperkara.
Ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 berdasarkan ketentuan Pasal 64, berlaku juga terhadap kasus yang sertifikatnya diterbitkan berdasarkan PP Nomor 10 Tahun 1961. Jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut juga berlaku sejak diterbitkannya sertifikat hak yang bersangkutan.[20]
Pendaftaran tanah bertujuan kepastian hukum (recht kadaster). Tujuan pendaftaran tanah untuk tujuan kepastian hukum meliputi :
1)      Kepastian hukum mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak (subyek hak).
2)      Kepastian hukum mengenai lokasi, batas serta luas suatu bidang tanah hak (obyek hak).
3)      Kepastian hukum mengenai hak atas tanahnya.
Kepastian subyek dan obyek hak sangat diperlukan dalam lalu lintas hukum mengenai hak-hak atas tanah, sehingga oleh Pemerintah dikebanyakan negara diselenggarakan suatu sistem keterbukaan atau pengumuman mengenai hak atas tanah yang disebut dengan sistem publisitas. Publisitas berarti suatu prinsip dimana setiap orang dapat mengetahui semua hak-hak atas tanah dan semua perbuatan hukum mengenai tanah. Dengan sistem publisitas diselenggarakan suatu daftar umum berupa peta dan daftar yaitu daftar tanah, daftar surat ukur, daftar nama, daftar buku tanah. Mengenai tanah sebagai obyek hak, maka dianut asas spesialitas yaitu suatu cara penetapan batas, sehingga identitas sebidang tanah menjadi jelas, mengenai lokasi, batas, serta luasnya.
Yang menjadi masalah pokok dalam pendaftaran tanah ialah bagaimana pendaftaran tanah yang diselenggarakan tersebut dapat menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak. Jaminan kepastian hukum terhadap pemegangan hak atas tanah adalah sangat tergantung kepada sistem apakah yang digunakan dalam melaksanakan pendaftaran tanah.[21]
Sistem pendaftaran tanah yang digunakan UUPA dan PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah sistem negatif yang mengandung unsur (bertendensi) positif. Sistemnya bukan negatif murni, hal ini mengandung konsekuensi, bahwa Pemerintah sebagai penyelenggara pendaftaran tanah harus berusaha agar sejauh mungkin dapat disajikan data yang benar dalam buku tanah dan peta pendaftaran. Tetapi biarpun demikian sistemnya juga bukan positif. Dalam sistem positif data yang disajikan dijamin kebenarannya, bukan hanya berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.[22]
Penyelenggaraan pendaftaran tanah dapat menjamin kepastian hukum apabila pendaftaran tanah tersebut memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu :
1)      Peta-peta kadaster dapat dipakai rekonstruksi di lapangan dan menggambarkan batas yang sah menurut hukum.
2)      Daftar umum membuktikan pemegang hak yang terdaftar didalamnya sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum.
3)      Setiap hak dan peralihannya harus didaftar.

2.6.   Kegiatan Pendaftaran Tanah
         Kegiatan pendaftaran tanah Indonesia dilaksanakan melalui dua kegiatan, yaitu[23]:
1)      Pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration)
Adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :
a)      Pengumpulan dan pengolahan data fisik.
b)      Pembuktian hak dan pembukuannya.
c)      Penerbitan sertifikat.
d)     Penyajian data fisik dan data yuridis.
e)      Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui dua cara, yaitu :
a)      Pendaftaran tanah secara sistematik, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan.
b)      Pendaftaran tanah secara sporadik, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual atau massal.
   Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu :
a)      Pengumpulan dan pengolahan data fisik.[24]
Untuk keperluan dan pengolahan data fisik dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan. Kegiatan pengukuran dan pemetaan meliputi :
1)      Pembuatan peta dasar pendaftaran
Merupakan langkah awal dari kegiatan pendaftaran tanah. Untuk keperluan pembuatan peta dasar pendaftaran, Kantor Pertanahan menyelenggarakan pemasangan, pengukuran, pemetaan dan pemeliharaan yang dikaitkan dengan titik-titik dasar teknik nasional sebagai kerangka dasarnya. Bila di suatu daerah tidak ada atau belum ada titik-titik dasar teknik nasional dalam melaksanakan pengukuran, untuk pembuatan peta dasar pendaftaran dapat digunakan titik dasar teknik lokal yang bersifat sementara, yang kemudian dikaitkan dengan titik dasar teknik nasional.
2)      Penetapan batas bidang-bidang tanah
Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran tanah, bidang-bidang tanah yang dipetakan diukur, setelah ditetapkan letaknya, batas-batasnya dan menurut keperluannya ditempatkan tanda batas di setiap sudut bidang tanah yang bersangkutan.
Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar situasinya atau surat ukur / gambar situasi yang ada tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya dilakukan berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan. Persetujuan tersebut dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh mereka yang memberikan persetujuan.
3) Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran
Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batasbatasnya untuk kemudian diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran.
4)      Pembuatan daftar tanah
Bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan dan diberi nomor pendaftaran pada peta pendaftarannya, lalu dibukukan dalam daftar tanah.
5)      Pembuatan surat ukur
Pada bidang-bidang tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, b dan c PP Nomor 24 tahun 1997, yang sudah diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan surat ukur untuk pendaftaran haknya.
b)      Pembuktian Hak
Dalam pembuktian hak atas tanah dikenal 2 (dua) pembuktian yang terdiri :
1) Menurut Pasal 23 huruf a, pembuktian hak tanah atas tanah baru dengan penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah negara atau tanah Hak Pengelolaan. Mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik, pembuktiannya dengan akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan.
2) Pembuktian hak lama
Pembuktian hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak, dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
Menurut penjelasan pasal 24 PP No 24 Tahun 1997, alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat berupa :
v  Groose akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad. 1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik.
v  Groose akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblaad. 1334-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan.
v  Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan.
v  Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959.
v  Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum atau sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya.
v  Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/ Kepala Desa/ Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
v  Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan.
v  Akta ikrar wakaf / surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977.
v  Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan.
v  Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
v  Petuk Pajak Bumi / Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah.
v  Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
v  Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI, dan Pasal VII Ketentuanketentuan Konversi UUPA.
Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian tersebut pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya dengan syarat penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan, dengan diperkuat kesaksian orang yang dapat dipercaya, penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Untuk menilai kebenaran alat bukti maka dilakukan pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, yang kemudian hasil penelitian alat-alat bukti tersebut dituangkan dalam suatu daftar isian. Daftar isian dan peta bidang tanah yang bersangkutan dari hasil pengukuran kemudian diumumkan selama 30 (tiga puluh) hari, yang dilakukan di Kantor Panitia Ajudikasi dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 (enam puluh) hari, di Kantor Pertanahan dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, untuk memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan.
Menurut Pasal 27 PP Nomor 24 Tahun 1997, jika dalam jangka waktu pengumuman tersebut ada yang mengajukan keberatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang diumumkan, Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Jika musyawarah untuk mufakat berhasil, maka akan dibuatkan berita acara penyelesaian dan jika penyelesaian yang dimaksudkan mengakibatkan perubahan, maka perubahan tersebut diadakan pada peta bidang-bidang tanah dan atau daftar isian yang bersangkutan.
Namun apabila usaha penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak berhasil, Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan agar mengajukan gugatan mengenai data fisik dan data yuridis yang disengketakan di Pengadilan. Setelah jangka waktu pengumuman berakhir, data fisik dan data yuridis yang diumumkan disahkan dengan berita acara yang akan menjadi dasar untuk pembukuan hak atas tanah dalam buku tanah, pengakuan hak atas tanah, dan pemberian hak atas tanah. Namun apabila terdapat kekuranglengkapan data fisik dan atau data yuridis yang bersangkutan, atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman, pengesahan dalam berita acara dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan.
Bidang tanah yang didaftar untuk kemudian dibukukan dalam buku tanah yang memuat data yuridis dan data fisik bidang tanah yang bersangkutan, dan sepanjang ada surat ukurnya dicatat pula pada surat ukur tersebut, yang akan menjadi bukti bahwa hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur secara hukum telah didaftar.
c)      Penerbitan sertifikat (Pasal 31 sampai dengan Pasal 32 PP Nomor 24 tahun 1997)
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan. Dalam penerbitan sertifikat perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu :
1)        Sertifikat diterbitkan sesuai data fisik dan yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah, dan diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak, atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya.
2)        Jika dalam buku tanah terdapat catatan tentang data yuridis dan atau data fisik yang belum lengkap, maka penerbitan sertifikat ditangguhkan sampai catatan yang bersangkutan dihapus.
3)        Mengenai hak bersama, satu sertifikat diterbitkan kepada salah salah satu pemegang hak bersama atas penunjukan tertulis para pemegang hak bersama yang lain, atau sertifikat diterbitkan sebanyak jumlah pemegang hak bersama yang bersangkutan yang memuat nama, serta besarnya bagian masing-masing dari hak bersama tersebut.
4)        Sertifikat diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya. Pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun, sejak diterbitkannya seripikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau tidak mengajukan gugatan ke pengadilan, maka tidak dapat lagi menuntut penerbitan sertifikat tersebut.
d)     Penyajian data fisik dan data yuridis (Pasal 33 sampai dengan Pasal 34 PP Nomor 24 tahun 1997)
Kantor Pertanahan menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah yang dituangkan pada daftar umum yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dan daftar nama untuk keperluan penyajian data fisik dan data yuridis. Data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah, dapat diketahui oleh setiap orang yang berkepentingan. Sedangkan data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya boleh diketahui oleh instansi Pemerintah tertentu untuk pelaksanaan tugasnya.
e)      Penyimpanan daftar umum dan dokumen (Pasal 35 PP Nomor 24 tahun 1997)
Dokumen-dokumen yang telah digunakan sebagai dasar pendaftaran diberi tanda pengenal dan disimpan di Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau ditempat lain yang sudah ditetapkan oleh Kepala BPN, sebagai bagian dari daftar umum. Dengan izin tertulis dari Kepala BPN atau pejabat yang ditunjuknya dapat diberikan petikan, salinan atau rekaman dokumen kepada instansi lain yang memerlukan untuk pelaksanaan tugasnya. Atas perintah pengadilan yang sedang mengadili perkara dokumen asli yang dibawa oleh Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuknya ke sidang pengadilan untuk diperlihatkan oleh kepada Majelis Hakim dan para pihak yang bersangkutan. Secara bertahap data pendaftaran tanah disimpan dan disajikan dengan menggunakan peralatan elektronik dan mikrofilm yang akan mempunyai kekuatan pembuktian sesudah ditandatangani dan dibubuhi cap dinas oleh Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan.
2)      Pemeliharaan data pendaftaran tanah (maintenance)
Adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat buku tanah dan sertifikat dengan perubahanperubahan yang terjadi kemudian.[25]
Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi :
a)      Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak (Pasal 37 sampai dengan Pasal 46 PP Nomor 24 Tahun 1997)
Sesuai dengan Pasal 37 PP Nomor 24 Tahun 1997 peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun akta PPAT tersebut dapat dikecualikan terhadap keadaan tertentu untuk daerah-daerah terpencil dan belum ditunjuk PPAT, yang bisa dibuktikan dengan alat bukti lain yang menurut Kepala Kantor Pertanahan setempat kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan.
b)      Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya (Pasal 47 sampai dengan Pasal 51 PP Nomor 24 Tahun 1997)
Dalam hal kegiatan perubahan data pendaftaran tanah lainnya dilakukan pelaksanaan pemeliharaan data pendaftaran tanah, yang terdiri dari :
v  Pendaftaran perpanjangan jangka waktu hak atas tanah.
v  Pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah.
v  Pembagian hak bersama.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Ketentuan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, seperti :
1)      Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 19 ayat (1), 23 ayat (1), 32 ayat (1), dan 38 ayat (1).
2)      Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menggantikan PP Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
3)      Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
4)      Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional.
Ketentuan Pendaftaran Tanah di Indonesia diatur dalam UUPA Pasal 19, yang dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berlaku efektif sejak tanggal 8 Oktober 1997. Kedua peraturan pemerintah ini merupakan bentuk pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka recht kadaster yang bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti yang dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tersebut berupa buku tanah dan sertifikat tanah yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur.
Pendaftaran Hak Atas Tanah dijelaskan sesuai pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukam oleh pemerintah terus menerus secara berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan pengolahan pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia juga berpedoman pada asas-asas pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan ketentuan Pasal 2 dan Penjelasan Pasal 2 PP Nomor 24 Tahun 1997 berpedoman pada asas-asas sebagai berikut :
1.      Sederhana,
2.    Aman,
3.    Terjangkau,
4.    Mukhtahir, dan
5.    Terbuka
Objek Pendaftaran Tanah Hak Atas Tanah terdapat dalam Pasal 9 PP Nomor 24 Tahun 1997, meliputi :
1.      Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.
2.      Tanah hak pengelolaan.
3.      Tanah wakaf.
4.      Hak milik atas satuan rumah susun.
5.      Hak tanggungan.
6.      Tanah negara.
Sistem pendaftaran tanah merupakan suatu cara atau metode yang digunakan dalam melaksanakan pendaftaran tanah. Dalam pendaftaran tanah, dikenal beberapa sistem pendaftaran tanah sebagai berikut[26] :
1)      Sistem Torrens,
2)      Sistem Positif, dan
3)      Sistem Negatif.
Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Kekuatan Pembuktian Sertifikat Hak Atas Tanah. Pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yaitu pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan bahwa sistem pendaftaran tanahnya adalah sistem negatif, tetapi mengandung unsur (bertendensi) positif karena akan menghasilkan surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf C, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA, ditambah ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP Nomor 24 tahun 1997.
Kegiatan pendaftaran tanah Indonesia dilaksanakan melalui dua kegiatan, yaitu :
1)      Pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration), dan
2)      Pemeliharaan data pendaftaran tanah (maintenance).

















DAFTAR PUSTAKA

Akses Sumber Literatur Buku :
Adrian Sutedi, 2007, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Sinar Grafika, Jakarta : 2007).
AP Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung : Mandar Maju, 1994).
Arie S.Hutagalung, Penerapan Lembaga Rechtsverwerking untuk Mengatasi Kelemahan Sistem Publikasi Negatif Dalam Pendaftaran Tanah, (Majalah Hukum dan Pembangunan : Jakarta, 2000).
Bachtiar Effendi, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, (Alumni : Bandung, 1993)
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi, dan. Pelaksanaan, (Djambatan : Jakarta. 1999).

Akses Sumber Berasal Dari Undang-Undang / Peraturan Pemerintah :
Asas Pendaftaran Tanah Atas Tanah sebagaimana pada Pasal 12 PP Nomor 24 tahun 1997.
Kegiatan Pendaftaran Tanah sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Objek Pendaftaran Tanah Hak Atas Tanah sebagaimana pada Pasal 9 PP Nomor 24 Tahun 1997.
Penjelasan pengertian Pendaftaran Tanah & Pendaftaran Hak Atas Tanah pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Penerbitan Sertifikat diatur sebagaimana pada Pasal 32 ayat 2 PP Nomor 24 tahun 1997.
Pengumpulan dan pengolahan data fisik sebagaimana pada Pasal14 sampai dengan Pasal 22 PP Nomor 24 Tahun 1997.
Tujuan Pendaftaran Tanah menurut Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997.

Akses Sumber Internet Browser :
Makalah Pendaftaran Tanah & Pendaftaran Hak Atas Tanah, diperoleh dari internet berdasarkan link:http://www.academia.edu/7512832/MAKALAH_PENDAFTARAN_DAN_PERALIHAN_HAK_ATAS_TANAH_OLEH_ANANDA_HAZTI_KARMAN_P3600213058_PROGRAM_PASCASARJANA_KENOTARIATAN_FAKULTAS_HUKUM_UNIVERSITAS_HASANUDDIN_MAKASSAR_2014, yang diunduh pada tanggal 08 Oktober 2016.
Ketentuan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah, diperoleh dari internet berdasarkan link :  https://eprints.uns.ac.id/4625/1/143071208201002121.pdf, yang diunduh pada tanggal 08 Oktober 2016.
Beberapa Sistem Pendaftaran Tanah, diperoleh dari internet berdasarkan link :  https://eprints.uns.ac.id/4625/1/143071208201002121.pdf, yang diunduh pada tanggal 08 Oktober 2016.
Pemeliharaan data Pendaftaran Tanah, diperoleh dari internet berdasarkan link :  https://eprints.uns.ac.id/4625/1/143071208201002121.pdf, yang diunduh waktu pada tanggal 08 Oktober 2016.


















[1] Makalah Pendaftaran Tanah & Pendaftaran Hak Atas Tanah, diperoleh dari internet berdasarkan link:http://www.academia.edu/7512832/MAKALAH_PENDAFTARAN_DAN_PERALIHAN_HAK_ATAS_TANAH_OLEH_ANANDA_HAZTI_KARMAN_P3600213058_PROGRAM_PASCASARJANA_KENOTARIATAN_FAKULTAS_HUKUM_UNIVERSITAS_HASANUDDIN_MAKASSAR_2014, yang diunduh waktu 14.00 WIB, pada tanggal 08 Oktober 2016.
[2] Makalah Pendaftaran Tanah & Pendaftaran Hak Atas Tanah, diperoleh dari internet berdasarkan link:http://www.academia.edu/7512832/MAKALAH_PENDAFTARAN_DAN_PERALIHAN_HAK_ATAS_TANAH_OLEH_ANANDA_HAZTI_KARMAN_P3600213058_PROGRAM_PASCASARJANA_KENOTARIATAN_FAKULTAS_HUKUM_UNIVERSITAS_HASANUDDIN_MAKASSAR_2014, yang diunduh waktu 14.00 WIB, pada tanggal 08 Oktober 2016.
[3]  Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi, dan. Pelaksanaan, (Djambatan : Jakarta. 1999), hal. 68.
[4] Ketentuan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah, diperoleh dari internet berdasarkan link :  https://eprints.uns.ac.id/4625/1/143071208201002121.pdf, yang diunduh waktu 14.10 WIB, pada tanggal 08 Oktober 2016.
[5] Adrian Sutedi, 2007, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Sinar Grafika, Jakarta : 2007), hal. 112.
[6] Arie S.Hutagalung, Penerapan Lembaga Rechtsverwerking untuk Mengatasi Kelemahan Sistem Publikasi Negatif Dalam Pendaftaran Tanah, (Majalah Hukum dan Pembangunan : Jakarta, 2000), Hal. 328.
[7]  AP Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 11-12.
[8] Penjelasan pengertian Pendaftaran Tanah & Pendaftaran Hak Atas Tanah pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
[9]  AP Parlindungan, Op.cit, hal. 8.
[10] Tujuan Pendaftaran Tanah menurut Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997.
[11] Boedi Harsono, Op.cit, hal. 458.
[12] Asas Pendaftaran Tanah Atas Tanah sebagaimana pada Pasal 12 PP Nomor 24 tahun 1997.
[13] Objek Pendaftaran Tanah Hak Atas Tanah sebagaimana pada Pasal 9 PP Nomor 24 Tahun 1997.
[14] Beberapa Sistem Pendaftaran Tanah, diperoleh dari internet berdasarkan link :  https://eprints.uns.ac.id/4625/1/143071208201002121.pdf, yang diunduh waktu 14.30 WIB, pada tanggal 08 Oktober 2016.
[15]  Bachtiar Effendi, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, (Alumni : Bandung, 1993), hal. 31.
[16] Ibid, hal. 32.
[17] Ibid, hal. 33.
[18] Boedi Harsono, Op.cit, hal. 464.
[19] Penerbitan Sertifikat diatur sebagaimana pada Pasal 32 ayat 2 PP Nomor 24 tahun 1997.
[20] Boedi Harsono, Op.cit, hal. 464 – 468.
[21] Bachtiar Effendi, Op.cit, hal. 29.
[22] Boedi Harsono, Op.cit, hal. 83.
[23] Kegiatan Pendaftaran Tanah sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
[24] Pengumpulan dan pengolahan data fisik sebagaimana pada Pasal14 sampai dengan Pasal 22 PP Nomor 24 Tahun 1997.
[25] Pemeliharaan data Pendaftaran Tanah, diperoleh dari internet berdasarkan link :  https://eprints.uns.ac.id/4625/1/143071208201002121.pdf, yang diunduh waktu 14.50 WIB, pada tanggal 08 Oktober 2016.
[26] Beberapa Sistem Pendaftaran Tanah, diperoleh dari internet berdasarkan link :  https://eprints.uns.ac.id/4625/1/143071208201002121.pdf, yang diunduh waktu 14.30 WIB, pada tanggal 08 Oktober 2016.

1 comment:

  1. deposit bos sudah kita proses ya bos.
    silahkan di cek kembali bos.
    terima kasih bos.
    jangan lupa ajak teman2nya main disini juga ya bosku :)

    ReplyDelete

ISI MAKALAH HUBUNGAN DIPLOMATIK DITINJAU DARI KONVENSI WINA 1961

BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Menurut Jan Osmanczyk, Hukum Diplomatik merupakan cabang dari hukum Internasionalyan...