KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Mahasa Esa. Makalah ini
membahas tentang ”KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN PEMEGANG HAK ATAS TANAH”.
Pokok bahasan dalam makalah disesuaikan dengan Satuan Acara Perkuliahan
(SAP) mata kuliah Hukum Agraria. Makalah ini berisi pokok bahasan mengenai
pengertian Hukum Agraria dan Hukum Tanah, Hukum Agraria Kolonial, Hukum Agraria
Nasional, Hak Penguasaan Atas Tanah, Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, Land
Reform, Penatagunaan Tanah, dan Pendaftaran Tanah.
Dalam realita, masalah, kasus, perkara, maupun sengketa agraria khususnya
pertanahan tidak semakin sedikit tetapi semakin banyak jumlah dan variasinya.
Oleh karena itu, diperlukan bahan bacaan yang dapat membantu menyelesaikan
masalah, kasus, perkara, maupun sengketa. Makalah ini dapat menjadi bahan
bacaan juga dapat dijadikan referensi dalam menyelesaikan masalah, kasus,
perkara, maupun sengketa di bidang agraria khususnya di bidang pertanahan.
Serang, 05 Oktober 2016
Penyusun,
Jay Edgar,S .H
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
............................................................................................. i
DAFTAR ISI
........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang ................................................................................................... 3
1.2.
Rumusan Masalah
.............................................................................................. 4
1.3.
Maksud dan Tujuan ............................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian & Dasar Hukum Wewenang & Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah ..................................................................................................................6
B. Pengaturan Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah
................................................... 8
BAB III PENUTUP
Kesimpulan..............................................................................................................
20
Saran
.......................................................................................................................
20
DAFTAR PUSTAKA
............................................................................................ 21
DAFTAR RIWAYAT
HIDUP ............................................................................. 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanah
merupakan tempat manusia menjalankan aktivitas dan menjalani kehidupan
keseharian. Semenjak jaman dahulu tanah, kerap menjadi objek yang menarik untuk
dikaji dari waktu-kewaktu. Tidak dipungkiri, tanah memiliki posisi strategis,
baik bagi perorangan (individu), badan, maupun negara, sehingga pada saat
tertentu, terkadang memuncukan konflik kepentingan antara satu individu, dengan
individu lainnya. Sehubungan dengan hal ini, maka perlu untuk ditetapkan aturan
yang jelas mengenai status penguasaan dan pemanfaatannya.
Fungsi
tanah bagi kehidupan manusia adalah sebagai tempat dimana manusia tinggal,
melaksanakan aktivitas sehari-hari, menanam tumbuh-tumbuhan, hingga menjadi
tempat peristirahatan terahkir bagi manusia. Seperti pendapat Benhard Limbong
dalam bukunya yang berjudul Konflik Pertanahan, tanah bagi kehidupan manusia
memiliki arti yang sangat penting, karena sebagian besar dari kehidupannya
tergantung pada tanah. Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada
umat manusia dimuka bumi. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia
membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber kehidupan. Dalam hal ini, tanah
mempunyai dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis.[1]
Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia
karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social aset dan capital aset.
Sebagai social aset tanah merupakan
sarana peningkat kesatuan sosial di kalangan masyarakat Indonesia untuk hidup
dan kehidupan, sedangkan sebagai capital
aset tanah telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting sekaligus
sebagai bahan perniagaan dan obyek spekulasi. Di satu sisi tanah harus
dipergunakan dan dimanfaatkan untuk sebesar-sebesarnya kesejahteraan rakyat,
secara lahir, batin, adil, dan merata, sedangkan disisi lain juga harus di jaga
kelestariannya.[2]
Penguasaan
dan pemanfaatan tanah, memasuki babak baru pada era globalisasi dan perdagangan
bebas. Setiap negara berupaya menawarkan berbagai kemudahan untuk menarik
investasi dari luar negeri, termasuk salah satunya, paket tawaran penguasaan
hak atas tanah.
Dengan
mulai berlakunya UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) terjadi perubahan
fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia, terutama hukum dibidang
pertanahan, yang sering kita sebut sebagi Hukum Pertanahan yang dikalangan
pemerintahan dan umum juga dikenal sebagai Hukum Agraria.
UUPA
bukan hanya memuat ketentuan-ketentuan mengenai perombakan hukum agraria.
sesuai dengan namanya Peraturan dasar pokok-pokok Agraria, UUPA memuat juga
lain-lain pokok persoalan agrarian serta penyelesaiannya.
Ruang
lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumu dibawahnya serta
yang berada dibawah air. permukaan bumi sebagai bagian dari bumi juga disebut
tanah. Tanah yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah dalam segala
aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam
pengertian yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah.
Berdasarkan dari
uraian
yang telah dijabarkan, maka penulis
akan membahas Makalah mengenai Kewenangan & Kewajiban Hak Pemegang Atas
Tanah .
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang ingin dilihat dalam
penulisan ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Wewenang dan Kewajiban Hak Pemegang
Atas Tanah?
2. Apa Dasar Hukum Wewenang dan Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah?
3. Bagaimana
Pengaturan dan Macam-Macam
Hak Penguasaan Atas Tanah ?
4. Bagaimana
Penguasaan Atas Tanah Sebagai Lembaga Hukum dan Hubungan Hukum Yang Konkret ?
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui dan
memahami pengertian Wewenang dan Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah.
2.
Mengetahui dan
memahami Dasar Hukum Hukum Wewenang dan Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah.
3.
Mengetahui
pengaturan dan pembagian-Pembagian Hak-Hak Pemegang Kewenangan dan
Kewajiban Atas Tanah tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian & Dasar Hukum Wewenang
dan Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah
Pengertian “penguasaan” dan “menguasai dapat dipakai
dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek
publik. Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi
hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada
pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik
tanah mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak
diserahkan kepada pihak lain.[3]
Ada penguasaan yuridis, biarpun memberi
kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya
penguasaan fisik dilakukan oleh pihak lain. Misalnya, seseorang memiliki tanah
tidak mempergunakan tanahnya sendiri melainkan disewakan kepada pihak lain,
dalam hal ini secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah, akan
tetapi secara fisik dilakukan oleh penyewa tanah.
Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak
memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik.
Misalnya, kreditor (bank) memgang jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan
yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan), akan tetapi secara fisik
penguasaan tanahnya tetap ada pada pemegang hak atas tanah. Penguasaan yuridis
dan fisik atas tanah ini dipakai dalam aspek privat, sedangkan penguasaan
yuridis yang beraspek publik, yaitu penguasaan atas tanah sebagaimana
yang disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA.[4]
Hak-hak Atas Tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA,
yaitu “atas dasar hak menguasai dari negara atas tanah sebagai yang dimaksud
dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang
disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum”.[5]
Dengan demikian, jelaslah bahwa
tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah
adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas dan dengan
ukuran panjang dan lebar.
Menurut
Soedikno Mertokusumo wewenang pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi
menjadi 2 yaitu :
a) Wewenang Umum
Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas
tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi,
air dan ruang untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan
tnah.
b)
Wewenang Khusus
Wewenang yang bersifat khusus yaitu
pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai
dengan macam hak atas tanahnya.
Misalnya :
v Wewenang pada tanah
Hak Milik dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan.
v Wewenang pada tanah
Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan bangunan di
atas tanah yang bukan miliknya.
v Wewenang pada tanah
Hak Guna Usaha adalah menggunakan tanah untuk kepentingan perusahaan di bidang
pertanian, perikanan, peternakan atau perkebunan.
B. Pengaturan
Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah
Kewajiban untuk menggunakan dan
memelihara potensi tanah yang bersangkutan. Dalam UUPA kewajiban-kewajiban yang bersifat umum artinya
berlaku pada setiap hak atas tanah (pasal 6) menyatakan bahwa; semua hak atas
tanah mepunyai fungsi social. Pasal 10 khususnya mengenai pertanian yaitu
kewajiban bagi pihak yang mempunyainya untuk mengerjakan atau mengusahakannya
sendiri.
Dalam
tiap hukum tanah terdapat pengaturan mengenai berbagai hak penguasaan atas
tanah. Dalam UUPA misalnya diatur dan sekaligus ditetapkan tata jenjang atau
hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional kita, yaitu[6] :
1)
Hak Penguasaan
Bangsa
Hak
ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah
yang ada dalam wilayah Negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan
menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah. pengaturan ini
termuat dalam Pasal 1 ayat (1)-(3) UUPA.
Hak
Bangsa Indonesia atas tanah mempunyai sifat komunalistik, artinya
semua tanah yang ada dalam wilayah NKRI merupakan tanah bersama
rakyat Indonesia, yang telah bersatu sebagai Bangsa Indonesia (Pasal
1 ayat (1) UUPA). selain itu juga mempunyai sifat religius, artinya seluruh
tanah yang ada dalam wilayah NKRI merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal
1 ayat (2) UUPA). Hubungan antara Bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi,
atinya selama rakyat Indonesia masih bersatu sebagai Bangsa Indonesia dan
selama tanah tersebut masih ada pula, dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada
sesuatu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut
(Pasal 1 ayat (3).
Dalam UUPA ditetapkan jenjang atau hirarki hak-hak
penguasaan atas tanah dalam hukum tanah materil :
1. Hak Bangsa
2. Hak menguasai dari Negara
3. Hak ulayat masyarakat hukum adat
4. Hak-hak perorangan / individual yaitu :
Hak
atas tanah sebagai individu yang semuanya secara langsung ataupun tidak
langsung bersumber pada hak bangsa (pasal 16 dan 53 UUPA).
Mengenai
Hak-hak atas tanah tercermin dalam Pasal 4 ayat 1 “Atas dasar hak menguasai
dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam
hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain
serta badan-badan hukum”.
Pasal
4 ayat 2 “Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi
dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk
kepentingan yang langsung berhubungan dengan penguasaan tanah itu dalam
batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang
lebih tinggi”.
a. Menurut Hukum Adat
Hukum
tanah materil (UUPA) berdasarkan pada hukum adat. Hukum Tanah Adat mengatur
mengenai hak-hak atas tanah. Hak atas tanah adat antara lain : hak ulayat, hak
milik adat, hak golongan dan hak menikmati. Hukum tanah adat bersifat komunal
yang mewujudkan semangat gotong royong dan kekeluargaan yang diliputi suasana
religius. Hak milik adat, hak golongan dan hak-hak lain yang sejenis
berdasarkan Pasal II Ketentuan Konvensi menjadi Hak Milik (pasal 20 UUPA).
Untuk
Hak Ulayat tetap dipertahankan dengan syarat-syarat-syarat tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam pasal 3 UUPA “...pelaksana Hak Ulayat dan hak-hak yang serupa
itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataan masih
ada, harus demikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara
yang berdasarkan atas persatua bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.
b. Menurut
UUPA
Hak
Menguasai Negara dan Pengaturannya. Setiap hukum tanah mempunyai pengauturan
mengenai berbagai hak-hak penguasaan tanah. UUPA menetapkan tingkatan hak-hak
penguasaan atas tanah yaitu :
1. Hak Bangsa
2. Hak menguasai dari Negara
3. Hak
ulayat masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataan
masih ada.
4. Hak perorangan :
a) Hak-hak atas tanah (pasal 4)
Hak primer : Hak
Milik, HGU, HGB; yang diberikan oleh negara dan Hak Pakai yang diberikan oleh
negara (pasal 16).
Hak Sekunder: HGB dan Hak Pakai yang diberikan oleh pemilik
tanah, hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa dan sebagianya
(pasal 37, 41 dan 53).
b) Wakaf
(pasal 49), wakaf tidak hanya terhadap barang/benda tetap, akan tetapi bisa
juga barang-barang yang bernilai ekonomi sebagaiman UU No.41 tahun 2004 tentang
Wakaf pasal 16 “Harta benda wakaf terdiri atas benda bergerak dan tidak
bergerak”.
c) Hak milik atas satuan rumah susun (UU No.16 tahun
1985)
d)
Hak jaminan atas tanah; hak tanbggungan (pasal 23, 33, 39, 51) dan Fidusia (UU No.16 tahun 1985).
2) Pemberian Hak atas Tanah
Hak penguasaan atas tanah berisi kewenangan, kewajiban
atau larangan bagi pemegang haknya. Misalnya hak atas tanah yang disebut dalam
pasal 28 dibatasi jangka waktu penggunaan tanahnya. HGB, Hak Tanggungan sebagai
hak penguasaan atas tanah berisi kewenangan bagi kreditor untuk berbuat sesuatu
mengenai tanah yang dijadikan agunan. Hak penguasaan atas tanah oleh kreditur
bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya
jika debitur cidera janji dan mengambil dari hasil seluruhnya atau sebagian
sebagai pembayaran lunas hutang debitur.
Pasal 4 ayat 1 Jo. Pasal 16, Jo. Pasal 53 bahwa atas
dasar hak menguasai dari negara ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi,yang disebut tanah yanga dapat diberikan kepada dan dipunyai
oleh orang-orang / badan hukum :
a)
Hak
milki,
b)
Hak
guna usaha,
c)
Hak
guna bangunan,
d)
Hak
pakai,
e)
Hak
sewa,
f)
Hak
membuka tanah,
g)
Hak
memungut hasil hutan
h)
Hak-hak
yang tidak termasuk diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta
hak-hak yang sifatnya sementara (pasal 53) yaitu : hak gadai, hak usaha bagi
hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian.
a) Hak Milik
Hak milik adalah hak yang turun temurun terkuat terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah dan memberi kewenangan untuk
menggunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas
sepanjang tidak ada larangan khusus untuk itu.
Yang dapat mempunyai hak milik
(pasal 21 UUPA) :
1. Warga negara Indonesia
2. Badan hukum yang ditetapkan pemerintah dengan
syarat-syaratnya
3. Orang asing, karena :
- Pewarisan tanpa wasiat
- Percampuran harta karena perkawinan
- Kehilangan kewarganegaraan
- Dwi kewarganegaraan
Wajib melepaskan haknya dalam jangka waktu 1 tahun sejak
diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan.
a.
Badan
hukum yang ditetapkan pemerintah dapat mempunyai hak milik atas tanah dengan
syarat-syarat:
Dasar
Hukumnya (pasal 21 ayat 2 UUPA, PP 38 tahun 1963 : penunjukan badan-badan hukum
dapat mempunyai hak milik atas tanah) :
1) Bank-bank yang didirikan oleh negara (Bank Negara)
- Untuk
tempat bangunan yang diperlukan guna menunaikan tugasnya serta untuk perumahan
bagi pegawai-pegawainya.
- Berasal
dari pembelian dalam pelelangan umum dan dalam waktu 1 tahun sejak diperolehnya
wajib dialihkan kepada pihak yang dapat mempunyai hak milik.
2) Perkumpulan
koperasi pertanian atas dasar undang-undang atas tanah pertanian yang luasnya
tidak lebiih dari batas maksimum.
3) Badan-badan
keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah mendengar
Menteri Agama.
4) Badan-badan
sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri
Kesejahteraan sosial, misalnya : untuk keperluan yang langsung berhubungan
dengan usaha keagamaan dan sosial.
Terjadinya
Hak Milik :
1. Terjadinya
hak milik dalam hukum adat diatur dalam PP.
2. Penetapan
pemerintah menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan PP.
3. Ketentuan
UU.
Hapusnya
Hak Milik:
1. Karena
pencabutan hak untuk kepentingan umum, bangsa dan negara dengan memberikan
ganti rugi (UU No.20/1961).
2. Karena
penyerahan suka rela oleh pemiliknya.
3. Karena
ditelantarkan.
4. Karena
orang asing atau badan hukum yang tidak ada pewaris atau tidak ada wasiat atau
karena sebab-sebab peralihan lainnya dalam jangka waktu 1 tahun sejak
diperolehnya hak tidak mengalihkan kepada yang boleh mempunyai hak milik.
5. Tanahnya
musnah.
Kewajiban
Pendaftaran Hak Milik
Hak Milik atas tanah,demikian pula setiap peralihan, pembebanan dengan hak-hak lain, dan
hapusnya Hak Milik atas tanah harus didaftarkan ke Kantor Pertahanan Kabupaten / Kota setempat. Pendaftaran ini merupakan alat
pembuktian yang kuat (Pasal 23 UUPA). Pendaftaran
tanah untuk pertama kalinya Hak Milik diterbitkan tanda bukti hak berupa
sertifikat. Sertifikat menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, adalah surat tanda bukti hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah,
hak pengolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak
tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam Buku Tanah yang
bersangkutan.
Penggunaan
Hak Milik oleh Bukan Pemiliknya
Pada asasnya, pemilik
tanah berkewajiban menggunakan atau mengusahakan tanahnya sendiri secara aktif.
Namun demikian, UUPA mengatur bahwa Hak Milik atas tanah dapat digunakan atau
diusahakan oleh bukan pemiliknya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 24 UUPA, yaitu
penggunaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan
peraturan perundangan. Beberapa bentuk penggunaan atau pengusahaan tanah Hak
Milik oleh bukan pemiliknya, yaitu :
A. Hak Milik tanah dibebani dengan Hak Guna Bangunan.
B. Hak Milik atas tanah dibebani dengan Hak Pakai
C. Hak Sewa untuk Bangunan
D. Hak Gadai (Gadai Tanah).
E. Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil).
F. Hak Menumpang.
G. Hak Sewa Tanah Pertanian.
4. Hak Guna
Usaha
Hak guna usaha
adalah hak mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara guna
perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. Subjek guna usaha adalah Warga
negara Indonesia dan Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
Pemegang HGU tidak lagi memenuhi syarat dalam jangka waktu 1 tahun wajib
melepaskan atau mengalihkan HGU kepada yang memenuhi syarat, jika tidak dilepaskan
maka HGU tersebut hapus dan tanahnya menjadi tanah negara.
Objek guna usaha :
a. Tanah
negara
b. Apabila
tanah negara dalam bentuk hutan, maka pemberian HGU diberikan setelah tanahnya
dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan.
c. Apabila
tanah telah dikuasai dengan hak-hak tertentu, pelaksanaan ketentuan HGU dapat
dilaksanakan setelah selesai pelepasan hak sesuai dengan tata cara yang diatur
dalam UU.
d. Apabila
diatas tanah tersebut ada tanaman atau bangunan milik pihak lain yang sah,
pemilik bangunan dan tanaman diberi ganti rugi yang dibebankan pada pemegang
HGU.
Luas
Tanah :
a.
Luas tanah minimum 5 Ha.
b.
Luas maksimum yang dapat diberikan pada perorangan 25 Ha.
c.
Dapat diperbaharui setelah jangka waktu perpanjang berakhir.
d. Permohonan perpanjangan / pembaharuan hak
diajukan 2 tahun sebelum berakhirnya hak.
5. Hak Guna Bangunan (HGB)
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dalam
jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang sampai dengan 20 tahun
lagi, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak guna banguna dalam
UUPA diatur mulai dari pasal 35 – 39.
Dasar hukumnya :
1)
UUPA
ditentukan dalam pasal 35-40 dan pasal 50 – 52 dan pasal 55, serta
ketentuan-ketentuan konvensi pasal II, III, V dan pasal VIII.
2)
PP
No.40 tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas tanah, sebagai ketentuan
pelaksanaan dari pasal-pasal UUPA mengenai HGU, HGB dan hak pakai atas tanah
yang mulai berlaku tanggal 17 Juni 1996. Pasal yang mengatur secara rinci
mengenai HGB dalam PP No.40 tahun 1996, dari pasal 19-38 tentang subjek hukum
guna bangunan dan hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan penggunaan HGB.
Sesuai dengan
Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 yang dapat menjadi pemengang
HGU adalah Warga Negara Indonesia, Badan Hukum yang didirikan menurut hokum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Sedangkan Badan Hukum yang didirikan
menurut ketentuan Hukum Indonesia tetapi tidak berkedudukan di Indonesia tidak
mungkin memiliki HGU atau Badan Hukum yang tidak didirikan menurut ketentuan
Hukum Indonesia, tetapi berkedudukan di Indonesia juga tidak memiliki HGu.
Dalam kaitannya sebagai subjek hak, HGU sebagai tersebut di atas, maka sesuai
dengan Pasal 20 PP No. 40 Tahun 1996 ditententukan bahwa Ayat (1) : “ pemengang
Hak Guna Bangunan yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana yang dimakasud
dalam pasal 19 dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan
Hak Atas Tanah tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat ”.
Ayat (2) : ”
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana yang dimaksud dalam Ayat (1) haknya
tidak dilepaskan atau tidak di alihkan, hak tersebut hapus karena hukum.
Objek Hak Guna Bangunan
Objek dari Hak Guna Bangunan adalah
tanah yang telah diberikan hak utuk digunakan mendirikan
bangunan diatasnya dengan diberikan batas waktu pengunaan tanah jangka waktunya adalah 30 Tahun dan
dapat diperpanjang 20 tahun lagi. Menurut Pasal
21 PP No. 40 Tahun 1996 jenis tanah yang dapat diberikan dengan HGU adalah:
a. Tanah Negara
b. Tanah Hak Pengelolaan
c. Tanah Hak Milik
Terjadinya Hak Guna
Bangunan
1)
Mengacu pada Pasal 23 PP No. 40 Tahun
1996 terjadinya Hak Guna Bangunan adalah : Pemberian
HGU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 didaftar dalam buku tanah pada Kantor
Pertanahan.
2)
HGU atas tanah Negara atau atas tanah
hak pengelolaan terjadi sejak di daftar oleh kantor pertanahan.
3)
Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang
Hak Guna Bangunan diberikan sertipikat hak atas tanah.
6.
Hak
Pakai
Hak pakai adalah
hak untuk mengunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban
yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya.
Subjek hak pakai :
a)
WNI
b)
Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
c)
Departemen, lembaga permerintahan non
departemen dan Pemerintah daerah.
d)
Badan – Badan keagamaan dan sosial
e)
Orang asing yang berkedudukan di
Indonesia
f)
Badan hukum asing yang mempunyai
perwakilan di Indonesia.
g)
Perwakilan Negara asing dan perwakilan
badan Internasional
Objek Hak Pakai :
1. Tanah Negara
2. Tanah Hak Pengelolaan
3. Tanah Hak Miliki
Jangka
waktu :
1. Paling Lama 25 Tahun
2. Dapat diperpanjang
untuk jangka 20 tahun
3. Untuk jangka waktu
yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu oleh :
a. Departemen, lembaga permerintahan non
departemen dan Pemerintah daerah.
b. Badan – Badan keagamaan dan sosial
c. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan
Internasional
4. Dapat diperbaharui setelah
jangka waktu perpanjangan berakhir.
v Permohonan
perpanjangan/pembaharuan hak diajukan dua Tahun sebelum berakhirnya Hak
v Hak
di atas HM tidak dapat diperpanjang, hanya dapat diperbaharui dengan pemberian
HP baru dengan AKTA yang dibuat oleh pejabat pembuat AKTA tanah.
Terjadinya
Hak Pakai.
a)
Hak pakai atas tanah Negara : keputusan
pemberian hak oleh pejabat yang berwenang.
b)
HP atas Tanah HPL (Hak Pengelolaan
Lahan) : keputusan pemberian hak oleh pejabat yang berwenang atas usul pemegang
HPL.
c)
HP atas hak milik : pemberian oleh
pemengang HM dengan AKTA yang dibuat oleh pejabat pembuat AKTA tanah.
Hapusnya Hak Pakai :
a)
Jangka waktunya berakhir
b)
Dibatalkan haknya oleh pejabat yang
berwenang, pemengang HPL atau pemengang HM sebelum jangka waktu berakhir karena
:
1)
Tidak dipenuhi kewajiban – kewajiban
pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan – ketentuan pememberian HGU
2)
Tidak dipenuhinya syarat – syarat atau
kewajiban- kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian HP antara dengan
pemengang HM atau HPL
3)
Putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
c)
Dilepaskan secara suka rela sebelum
jangka waktu berakhir.
d)
Dicabut berdasarkan undang –undang No.
20 Th 1961.
e)
Ditelantarkan
f)
Tanahnya musnah
g)
Tidak lagi memenuhi syarat sebagai
pemegang HP dan dalam jangka waktu satu tahun tidak melepaskan atau mengalihkan
kepada yang memenuhi syarat.
Hak
dan Kewajiban.
Pemilik tanah
berhak atas bagian hasil tanah yang diterapkan atas dasar kesepakatan oleh
kedua belah pihak dan berhak menuntut pemutusan hubungan bagi hasil jika
ternyata kepentingan yang dirugikan oleh penggarap.Kewajibannya menyerahkan
tanah garapan kepada penggarap dan membayar pajak atas tanah garapan yang
bersangkutan.
Hak Menumpang
Hak yang member wewenang kepada seseorang untuk mendirikan dan
menempati rumah di atas tanah pekarangan milik orang lain.
Cara terjadinya
Terjadi atas dasar kepercayaan oleh pemilik tanah kepada
orang lain yang belum mempunyai rumah sebagai tempat tinggal dalam bentuk tidak
tertulis, tidak ada sanksi, dan tidak diketahui oleh perangkat desa/kelurahan
setempat , sehingga jauh dari jaminan kepastian hokum dan perlindungan hokum
bagi kedua belah pihak.
Sifat Pemerasan.
Pada umumnya Hak
Menumpang terjadi karena adanya unsur-unsur tolong menolong dari pemilik tanah
kepada orang lain yang terjadi timpa musibah, namun dalam perkembangan juga
terdapat sifat pemerasan.
Sifat-sifat dan ciri-ciri.
Sifat-sifat dan ciri-ciri
Hak Menumpang adalah sebagai berikut :
a.
Tidak mempunyai jangka waktu
yang pasti karena sewaktu-waktu dapat dihentikan.
b.
Hubungan hukumnya lemah,
yaitu: sewaktu-waktu dapat diputuskan oleh pemilik tanah jika ia memerlukan
tanah tersebut
c.
Pemegang Hak Menumpang tidak
wajib membayar sesuatu (uang sewa) kepada pemilik tanah.
7.
Hak
Ulayat
Tanah ulayat
merupakan kepunyaan bersama diyakini sebagai karunia suatu kekuatan gaib atau
peninggalan nenek moyang kepada kelompok yang merupakan masyarakat hukum adat
sebagai unsure penghidupanya sepanjang masa. Disinilah unsur religious atau keagamaanya,
hubungan hokum antara masyarakat adat dengan Ulayat nya. Kelompok tersebut bisa
merupakan masyarakat hokum adat yang territorial (desa, marga, Nagari, Huta)
bisa juga merupakan yang Genealogik atau keluarga ( seperti suku, kamu
Minangkabau). UUPA Pasal 3 menentukan Hak Ulayat sebagai berikut : dengan
mengingat ketentuan – ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan Hak Ulayat dan
Hak –Hak yang serupa dari masyarakat Hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya
masih ada, harus sedemikian rupa, sehinga sesuai dengan kepentinggan Nasional
dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan Bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan undang –undang peraturan- peraturan yang lebih tinggi
Hak Ulayat sebutan yang dikenal
dalam kepustakaan hokum adat dan dikalangan masyarakat hokum adat diberbagai
daerah dikenal nama yang berbeda merupakan hak penguasaan tertinggi atas tanah
dalam hukum adat yang meliputi semua tanah yang termasuk dalam lingkungan
wilayah suatu masyarakat hukum adat tertentu, yang merupakan tanah kepunyaan
bersama para warganya.
Hak ulayat mengandung 2 unsur :
1)
Unsur
hukum perdata yaitu sebagai hak kepunyaan bersama para warga masyarakat hokum
adat yang bersangkutan atas tanah ulayat yang dipercayai berasal dari
peningalan nenek moyang mereka.
2)
Unsur hukum publik yaitu sebagai
kewenangan untuk mengelola dan mengatur peruntukan, penggunaan tanah ulayat
tersebut baik dalam hubungan dengan orang-orang bukan warga atau orang
luar, yang pelaksanaanya diserahkan kepada kepala adat atau bersama para
tetua adat.
Pemegang Hak Ulayat
Pemegang hak
ulayat adalah masyarakat hokum adat, baik yang merupakan persekutuan hokum yang
didasarkan pada kesamaan tempat tinggal (teritorial), maupun yang didasarkan
pada turunan (Geneologis) yang dikenal dengan berbagai nama yang khas
didaerah bersangkutan seperti suku, marga, kaum, dati, dusun, nagari dan
sebagainya.
Objek Hak Wilayah
Objek Hak
Wilayah adalah semua tanah dalam wilayah masyarakat hokum adat yang territorial
yang bersangkutan.
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat
Masyarakat Hukum Adat.
Guna penyelesaian masalah hak
ulayat pemerintah telah mengeluarkan pedoman dengan PMNA/KBPN No. 5 Th 1999.
Peraturan ini memuat kebijakan, memperjelas prinsip pengakuan terhadap hak
ulayat dan hak –hak yang serupa dari masyarakat hokum adat, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 UUPA.
Kebijakan tersebut meliputi :
a)
Penyamaan persepsi mengenai hak ulayat
(Pasal 1)
b)
Kriteria dan penentuan masih adanya hak
ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5)
c)
Kewenangan masyarakat hokum adat
terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4). Pelaksanaan hak ulayat pada
kenyataanya masih ada dilakukan oleh masyarakat hokum adat setempat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian
“penguasaan” dan “menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti
yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik. Penguasaan dalam arti
yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan
pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara
fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil
manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain.
Dalam
UUPA diatur dan sekaligus ditetapkan tata jenjang atau hierarki hak-hak
penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional kita, Yaitu:
1. Hak
Bangsa Indonesia atas tanah
2. Hak
menguasai dari Negara atas tanah
3. Hak
ulayat masyarakat hukum adat.
4. Hak Perorangan atas
tanah
Hak-hak penguasaan atas tanah yaitu sebagai berikut :
1. Hak Penguasaan Bangsa
2. Hak Milik
3. Hak Guna Usaha
4. Hak Guna Bangunan (HGB)
5. Hak Pakai (HP)
6. Hak Ulayat
B.
Saran
1) Supaya orang pemilik hak atas tanah sudah seharusnya
mendaftarkan kepemilikannya.
2) Pemerintah melalui badan pertanahan nasional (BPN)
untuk tidak mempersulit kepemikan tanah dengan biaya ringan dan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Rubaie, Hukum
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Bayumedia Publishing, Malang : 2007).
Benhard
Limbong, Konflik Pertanahan, (Margaretha
Pustaka, Jakarta : 2012).
Akses Sumber
Internet Browser :
Pengertian
& Dasar Hukum Wewenang Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah, data diperoleh
dari sumber internet berdasarkan link browser :
http://www.chandraadiputra.com/2014/01/makalah-penguasaan-hak-atas-tanah_1.html, yang diunduh waktu 09.00 WIB, pada tanggal 24 Oktober
2016.
Pengusaan
Yuridis Hak Pemegang Atas Tanah, data diperoleh dari sumber internet
berdasarkan link : http : //www.chandraadiputra.com/2014/01/makalah-penguasaan-hak-atas-tanah_1.html, yang diunduh waktu 09.15 WIB, pada tanggal 24 Oktober
2016.
Hak-hak Atas Tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, data diperoleh dari sumber internet berdasarkan link browser
: hhttps ://materimahasiswahukumindonesia.blogspot.co.id/2015/01/hak-hak-atas-tanah.html, yang diunduh waktu 09.30 WIB, pada tanggal 24 Oktober
2016.
Hierarki
hak - hak penguasaan atas
tanah dalam Hukum Tanah di
Negara Indonesia yang diatur UUPA, data diperoleh dari sumber internet browser
berdasarkan link browser : hhttps://materimahasiswahukumindonesia.blogspot.co.id/2015/01/hak-hak-atas-tanah.html, yang diunduh waktu 09.45 WIB, pada tanggal 24 Oktober
2016.
[2] Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum,
(Bayumedia
Publishing, Malang : 2007),
hal.1-2.
[3] Pengertian & Dasar Hukum Wewenang Kewajiban Hak
Pemegang Atas Tanah, data diperoleh dari sumber internet berdasarkan link : http://www.chandraadiputra.com/2014/01/makalah-penguasaan-hak-atas-tanah_1.html,
yang diunduh waktu 09.00 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
[4] Pengusaan Yuridis Hak Pemegang Atas Tanah, data diperoleh
dari sumber internet berdasarkan link : http://www.chandraadiputra.com/2014/01/makalah-penguasaan-hak-atas-tanah_1.html,
yang diunduh waktu 09.15 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
[5] Hak-hak Atas Tanah diatur dalam
Pasal 4 ayat (1) UUPA, data diperoleh dari sumber internet berdasarkan link : hhttps://materimahasiswahukumindonesia.blogspot.co.id/2015/01/hak-hak-atas-tanah.html,
yang diunduh waktu 09.30 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
[6] Hierarki
hak - hak
penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah di Negara Indonesia yang diatur
UUPA, data diperoleh dari sumber internet browser berdasarkan link : hhttps://materimahasiswahukumindonesia.blogspot.co.id/2015/01/hak-hak-atas-tanah.html,
yang diunduh waktu 09.45 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
No comments:
Post a Comment