Tuesday, May 21, 2019

Permohonan Keputusan Perubahan Data Pada Sertifikat Surat Ukur


      Serang, …. Februari 2019

Nomor                  : 007/AP-LF/Permohonan/e/II/2019
Lampiran              : 1 (satu) bundel berkas

Perihal                  : Permohonan Keputusan “Perubahan Data pada Sertifikat,
  Surat Ukur, Buku Tanah dan/atau daftar Umum lainnya”
  Terhadap :
  Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1482 atas nama
  NGALIMAN, jo. SURAT UKUR Nomor 792/Gerem/2007”


Kepada Yth.

1.    MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
2.    KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI BANTEN
melalui :
3.    KEPALA KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA CILEGON

Di-
       T e m p a t

Dengan hormat,
Perkenankan kami Astiruddin Purba, S.H., Khairil Akbar, S.H., Jhon Efendy, S.Pd, S.H., Budi Rahmat Iskandar, S.H., Para Advokat, Konsultan Hukum dan Asisten Advokat pada Kantor Hukum  “ASTIRUDDIN PURBA & ASSOCIATES LAW FIRM”, yang beralamat kantor di Kaving Puri Raya, Lingkar Selatan Ciracas, Blok D No. 1, Kota Serang – Banten. Berdasarkan Surat Kuasa Khusus yang ditandatangani tertanggal 06 Februari 2019 (terlampir), dengan ini sah dan berdasarkan hukum untuk mewakili dan mendampingi serta bertindak untuk dan atas nama klien sebagaimana yang “identitasnya” disebutkan dibawah ini :

N a m a                          : MIDUK MARBUN
Tempat Tanggal Lahir    : Taput, 30 Nopember 1981
No. KTP                          : 3601213011810002
     Agama                            : Kristen
Pekerjaan                       : Wiraswasta
     Kewarganegaraan          : Indonesia
     Alamat                           : Link. Sumur Waluh, RT/RW. 004/003, Kel.
  Gerem, Kec. Gerogol, Kota Cilegon –   BANTEN.
  (Vide : Bukti P-1)

Dan karenanya dalam hal ini cukup disebut sebagai --------------- “PEMOHON”.

Untuk dan oleh karena itu, Pemohon/Pengadu hendak mengajukan PERMOHONAN Kepada Yth. Menteri ATR/BPN, Cq. Kepala Kanwil BPN Provinsi Banten, Cq. Kepala BPN Cilegon agar diterbitkan SURAT KEPUTUSAN tentang “Perubahan Data pada Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah dan/atau daftar Umum lainnya” terhadap “Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1482 atas nama NGALIMAN, jo. SURAT UKUR Nomor 792/Gerem/2007  tanggal 28 September 2007” sehubungan dengan adanya “Cacat Administrasi” dalam pelaksanaan penerbitan Sertifikat sebagaimana tersebut yang tercatat atas nama Sdr. NGALIMAN, sehingga mengakibatkan objek bidang tanah milik Pemohon/Pengadu seluas ± 153 M2 yang terletak di Blok Percobaan Nomor SPPT. 038-0014.0, Persil 038, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, MENJADI MASUK KEDALAM/OVERLOAD/TUMPANG TINDIH kedalam peta objek bidang tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1482 a.n. NGALIMAN seluas 605 M2, berdasarkan Surat Ukur Nomor 792/Gerem/2007  tanggal 28 September 2007.

I.         TENTANG OBJEK PERMOHONAN/PENGADUAN
Bahwa dalam permohonan ini, yang menjadi Objek Permohonan sengketa dan konflik adalah “Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1482 atas nama NGALIMAN, jo. SURAT UKUR Nomor 792/Gerem/2007  tanggal 28 September 2007 seluas seluas 605 M2.” yang mana dalam penerbitannya terdapat “CACAT ADMINISTRASI”.

II.       TENTANG KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON/PENGADU

Bahwa adapun dasar alasan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon/Pengadu sebagaimana diuraikan berikut ini :

01.     Bahwa Pemohon adalah pemilik sebidang tanah yang terletak di Blok Percobaan Nomor SPPT. 038-0014.0, Persil 038 seluas ± 153 M2 (seratus lima puluh tima meter persegi) yang diperoleh berdasarkan Jual Beli sebagaimana Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 84/2011, tanggal 04 November 2011.

02.     Bahwa terkait dengan objek tanah hak milik Pemohon seluas ± 153 M2 (seratus lima puluh tima meter persegi) sebagaimana tersebut diatas berada pada bidang objek tanah pihak lain yang tumpang tindih karena overload seluas 605 M2 sesuai yang tercatat pada Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1482 atas nama NGALIMAN, jo. SURAT UKUR Nomor 792/Gerem/2007 tanggal 28 September 2007. sehingga Pemohon/Pengadu mengalami kerugian berupa tidak dapat/ditolak untuk mengajukan Permohonan penerbitan sertifikat pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Cilegon terhadap tanah hak milik Pemohon/Pengadu.

03.     Bahwa merujuk Pasal 1 ayat 7 PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/  KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS  TANAH NEGARA DAN HAK PENGELOLAAN, menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Pemohon/subjek hak adalah :
Perorangan atau badan hukum yang pendiriannya sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

04.     Bahwa menurut Pasal 1 ayat 5 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA   NOMOR  11  TAHUN  2016 TENTANG PENYELESAIAN KASUS PERTANAHAN, menegaskan bahwa :
Pengaduan adalah laporan atau keberatan yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan, kepada Kementerian  Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional atas kasus pertanahan”

05.     Bahwa berdasarkan Pasal 106 ayat (1) Bagian Kadua Pembatalan Hak Atas Tanah Karena Cacad Hukum Administratif PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/  KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS  TANAH NEGARA DAN HAK PENGELOLAAN, berbunyi :
║”Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh Pejabat yang berwenang tanpa permohonan”

Berdasarkan uraian tersebut diatas cukup beralasan hukum Pemohon/Pengadu selaku pihak yang berkepentingan dan dirugikan atas Objek Permohonan sebagaimana tersebut, maka dengan demikian Pemohon/Pengadu mempunyai Kepentingan Hukum/Kedudukan Hukum (Legal Standing) dalam mengajukan Permohonan agar diterbitkan KEPUTUSAN “Perubahan Data pada Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah dan/atau daftar Umum lainnya” terhadap Objek Permohonan In Casu.

III.     TENTANG DASAR KEWENANGAN

01.     Bahwa dengan memperhatikan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara Sesuai dengan Pasal 1 PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, ditegaskan bahwa pendaftaran tanah merupakan kegiatan Pemerintah. Hal ini berarti proses pendaftaran hak atas tanah merupakan kewenangan dari Pemerintah dan dilaksanakan oleh BPN melalui Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota yang sesuai dengan Pasal 5 PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dengan demikian Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai pelaksana tugas pemerintahan dalam pendaftaran tanah ini memberikan pengertian dan keterkaitan antara Badan Pertanahan Nasional (BPN)  dan Pejabat TUN.

02.     Bahwa Berdasarkan Perpres No. 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disebut Perpres BPN), Pasal 2 Perpres Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menegaskan tentang tugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yaitu bertugas membantu Presiden dalam mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan baik berdasarkan UUPA maupun berdasarkan  peraturan perundang-undangan lainnya yang meliputi pengaturan penggunaan, penguasaan dan pemilik tanah, pengurusan hak-hak tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Presiden.

03.     Bahwa berdasarkan Pasal 105 BAB VI “TATA CARA PEMBATALAN HAK ATAS TANAH” ayat (1), dan (2) PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/  KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS  TANAH NEGARA DAN HAK PENGELOLAAN, berbunyi :
(1)    Pembatalan hak atas tanah dilakukan dengan Keputusan Menteri.
(2)    Pembatalan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri dapat melimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Pejabat yang ditunjuk. 

04.     Bahwa menurut Pasal 11 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA   NOMOR  11  TAHUN  2016 TENTANG PENYELESAIAN KASUS PERTANAHAN, menegaskan bahwa Objek Kewenangan Kementerian dalam penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan, meliputi :
a.     kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau perhitungan luas; 
b.      kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat; 
c.      kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah; 
d.      kesalahan prosedur  dalam proses penetapan tanah terlantar;
e.      tumpang tindih hak atau sertifikat hak atas tanah yang salah satu alas haknya jelas terdapat kesalahan; 
f.       kesalahan prosedur dalam proses pemeliharaan data pendaftaran tanah; 
g.      kesalahan prosedur dalam proses penerbitan sertifikat pengganti; 
h.      kesalahan dalam memberikan informasi data pertanahan;
i.       kesalahan prosedur dalam proses pemberian izin; 
j.       penyalahgunaan pemanfaatan ruang; atau
k.      kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan

05.     Bahwa selanjutnya merujuk Pasal 24 Paragraf 5, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA   NOMOR  11  TAHUN  2016 TENTANG PENYELESAIAN KASUS PERTANAHAN, yang berbunyi :

(1)    Setelah menerima Laporan Penyelesaian Sengketa dan Konflik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5), Kepala Kantor Wilayah BPN atau Menteri menyelesaikan Sengketa dan Konflik dengan MENERBITKAN:
a.      Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah;
b.      Keputusan Pembatalan Sertifikat;
c.     Keputusan Perubahan Data pada Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah dan/atau Daftar Umum lainnya; atau
d.      Surat Pemberitahuan bahwa tidak terdapat kesalahan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3).
(2)    Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan pembatalan terhadap hak atas tanah, tanda bukti hak dan daftar umum lainnya yang berkaitan dengan hak tersebut.
(3)    Keputusan Pembatalan Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan pembatalan terhadap tanda bukti hak dan daftar umum lainnya yang berkaitan dengan hak tersebut, dan bukan pembatalan terhadap hak atas tanahnya.
(4)    Keputusan Perubahan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang menyebabkan perlu adanya perubahan data pada Keputusan Pemberian Hak atau Keputusan konversi/penegasan/pengakuan, maka:
a.      Menteri, melakukan perbaikan terhadap keputusan pemberian hak;
b.      Kepala Kantor Wilayah, melakukan perbaikan terhadap keputusan pemberian hak atau Keputusan konversi/penegasan/pengakuan hak dimaksud

Berdasarkan uraian diatas tersebut diatas, dengan demikian peraturan perundang-undangan telah memberikan kewenangan kepada Menteri ATR/BPN, Cq. Kepala Kanwil BPN Provinsi Banten, Cq. Kepala BPN Cilegon untuk mengeluarkan SURAT KEPUTUSAN atas Permohonan dan atau Pengaduan tentang “Perubahan Data pada Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah dan/atau daftar Umum lainnya” terhadap Objek sengketa dan konflik sebagaimana yang Pemohon ajukan untuk diselesaikan dalam permohonan ini.

IV.     POKOK PERMOHONAN/PENGADUAN

Adapun fakta hukum, dasar alasan serta argumentasi hukum dalam Permohonan/Pengaduan ini yang kami sampaikan sebagaimana diuraikan berikut ini :

01.     Bahwa Pemohon/Pengadu adalah selaku pemilik sebidang tanah yang terletak di Blok Percobaan Nomor SPPT. 038-0014.0, Persil 038 seluas ± 153 M2 (seratus lima puluh tima meter persegi) Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon yang diperoleh berdasarkan Jual Beli sebagaimana Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 84/2011, tanggal 04 November 2011, oleh Camat Grogol HATATI NUFUS, S.H., M.Si. selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kecamatan Grogol. (Bukti P-2)

02.     Bahwa  tanah asal pembelian Pemohon/Pengadu diperoleh dari pembelian dari pemiliknya bernama Ny. ENTIN SUPARTININGSIH yang disetujui anak Kandungnya bernama ADHITYA TRENGGONO, berdasarkan bukti alas hak kepemilikan yaitu Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 855/Mrk/1982 tercatat atas nama Ny. ENTIN SUPARTININGSIH. (Bukti P-3)

03.     Bahwa keberadaan status keabsahan bukti alas hak kepemilikan Ny. ENTIN SUPARTININGSIH sah dan terdaftar secara resmi sebagaimana ditegaskan dalam Surat Keterangan Camat Nomor : 590/279/Pemtrantibum, yang ditandatangani oleh Camat Grogol H. HUDRI, S.Ag, MM, tanggal 3 Agustus 2017,yang pada pokoknya menerangkan :
║“bahwa Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 855/Mrk/1982 tercatat atas nama Ny. ENTIN SUPARTININGSIH dinyatakan sah dan terdaftar di Kecamatan Pulomerak”. (Bukti P-4)

04.     Bahwa objek tanah Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 855/Mrk/1982 tercatat atas nama Ny. ENTIN SUPARTININGSIH yang dahulu pada tahun 1982 berada Kecamatan Pulomerak, selanjutnya setelah dilakukan Pemekaran Wilayah Kecamatan Pulomerak, maka mengakibatkan perubahan wilayah hukum objek tanah menjadi berada pada Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol di Blok Percobaan Nomor SPPT. 038-0014.0, Persil 038 tercatat atas nama Ny. ENTIN SUPARTININGSIH, hal tersebut tegas termaktub dalam fakta data yuridis pada “Buku Tanah” Kelurahan Gerem Kecamatan Grogol. (Bukti P-5)

05.     Bahwa jual beli yang dilakukan antara Pemohon/Pengadu dengan Ny. ENTIN SUPARTININGSIH pada tahun 2010/2011 telah dilaksanakan sesuai sesuai PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang mana jual beli tersebut didasarkan hubungan itikat baik, dan karenanya objek tanah jual beli tersebut telah tercatat sejak tahun 2010/2011 pada Buku Tanah Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol adalah “sudah beralih menjadi tanah hak milik Pemohon/Pengadu”, dimana fakta tersebut selanjutnya telah dipertegas sebagaimana dalam Surat Keterangan Lurah Gerem …………………….., Nomor :…………………., tanggal………. (Bukti : P-6)

06.     Bahwa berdasarkan Data Yuridis atas peristiwa Jual Beli antara Pemohon/Pengadu dengan Ny. ENTIN SUPARTININGSIH  sebagaimana dituangkan dalam Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 84/2011, tanggal 04 November 2011 adalah perikatan yang sah dan terdaftar pada Kecamatan Grogol selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana ditegaskan dalam Surat Keterangan Camat……………., Nomor : ……………………, tanggal……………. (Bukti : P-7).

07.     Bahwa dalam catatan Data Yuridis pada Badan Pertanahan Nasioal (BPN) Cilegon, terdapat Fakta Hukum, ternyata pada tahun 2007 Penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1482 a.n. NGALIMAN seluas 605 M2, jo. Surat Ukur Nomor 792/Gerem/2007  tanggal 28 September 2007, dilaksanakan melalui program pemerintah untuk pendaftaran tanah secara SISTEMATIK yang dalam pelaksanaannya dilakukan Badan Pertanahan (BPN) Cilegon dan dibantu oleh  Panitia Ajudikasi.

08.     Bahwa yang menjadi Pokok Permasalahan Sengketa dan Konflik dalam Permohonan Pemohon/Pengadu adalah sebagai berikut :

08.1.   Bahwa adanya fakta bahwa objek bidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 1482 tercatat atas nama NGALIMAN jo. Surat Ukur Nomor 792/Gerem/2007 tanggal 28 September 2007 seluas 605 M2 terletak di Blok Percobaan, Persil 038, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, dengan demikian TERJADI TUMPANG TINDIH/OVERLOAD dengan objek bidang tanah milik Pemohon/Pengadu berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 84/2011, tanggal 04 November 2011 seluas ± 153 M2 (seratus lima puluh tima meter persegi) yang juga sama-sama terletak di Blok Percobaan, Persil 038, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol.

08.2.   Bahwa dengan terjadinya Tumpang Tindih/Overload saat pengukuran tanah selama proses pernerbitan Sertifikat Hak Milik Nomor 1482 tahun 2007, yang mana pendaftaran tanah dilakukan secara sistematik yang terdapat “Cacat Administrasi” telah mengakibatkan luas/bidang objek tanah hak milik Pemohon/Pengadu seluas ± 153 M2 menjadi berada/masuk pada Peta/data objek di dalam bidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 1482 seluas 605 M2 terletak di Blok Percobaan, Persil 038, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, dan karenanya Objek Bidang tanah hak milik Pemohon/Pengadu Menjadi Tidak Tercatat/hilang dalam “Peta Tanah/Buku Tanah” pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Cilegon.

09.     Bahwa mengenai Data Fisik tanah dilapangan “tidak terjadi sengketa klaim kepemilikan objek tanah” Pemohon/Pengadu seluas ± 153 M2 yang terletak di Blok Percobaan, Persil 038, sebagaimana riwayatnya diuraikan berikut ini :

09.1.   Bahwa sejak tahun 1982 s/d tahun 2010 objek tanah di kuasai dan dimanfaatkan oleh pemiliknya yaitu Ny. ENTIN SUPARTININGSIH berdasarkan alat bukti hak sebagaimana diuraikan pada poin 3 diatas, bahkan pada tahun 1990-an pernah menjual sebagian bidang tanah miliknya kepada Pihak Jalan Tol  ± 130 M2
09.2.   Bahwa sisa objek tanah milik Ny. ENTIN SUPARTININGSIH pada tahun 2010/2011 dibeli oleh Pemohon/Pengadu, dimana bentuk permukaan fisik objek tanah pada mulanya berupa tanah rawa-rawa yang kira-kira kedalaman ± 1 s/d 1.5 meter,  kemudian pada tahun 2011 Pemohon/Pengadu membuat pancang/batas/patok dan selanjutnya menguruk/menimbun tanah rawa miliknya sehingga sekarang menjadi berbentuk tanah daratan.
09.3.   Bahwa setelah objek tanah berbentuk daratan Pemohon telah mendirikan kios tambal ban, membuat/menggali sumur diatas tanah sampai sekarang.

Berdasarkan fakta data fisik dilapangan tersebut sepanjang periode tahun 1982 s/d 2010 selanjutnya habis terjual kepada Pemohon/Pengadu sejak tahun 2010 s/d sekarang (2019), tidak pernah ada gangguan, masih dikuasai dan manfaatkan Pemohon/Pengadu, dengan kata lain tidak pernah ada ada pihak manapun yang mengaku sebagai pemilik objek tanah yang telah dibeli, dikarenakan semua pihak tahu baik dari masyarakat lingkungan setempat, tokoh masyarakat atau tetua-tetua di desa/kelurahan bahwa Pemohon/Pengadu telah membeli tanah secara terang, langsung dan terbuka. Hal mana telah pula ditegaskan dalam Surat Keterangan dari Tetua-tetua Desa/Kel, atau Tokoh Masyarakat Desa yang berdomisili lama diwilayah objek tanah dimaksud, tertanggal……………(Vide : Bukti P-….)

Maka dengan demikian sudah menjadi pengetahuan umum bahwa objek tanah ± 153 M2 yang terletak di Blok Percobaan, Persil 038 adalah tanah hak milik Pemohon/Pengadu.

10.     Bahwa mengenai Data Yuridis pencatatan tanah sebagaimana yang tertuang dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1482 a.n. NGALIMAN seluas 605 M2 jo. Surat Ukur Nomor 792/Gerem/2007  tanggal 28 September 2007, dan Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 84/2011, tanggal 04 November 2011 seluas ± 153 M2 yang sama-sama tertelak di Blok Percobaan, Persil 038, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, selanjutnya Pemohon/Pengadu berpendapat sebagai berikut ini :

10.1.   Bahwa Pemohon/Pengadu tidak meniadakan atau keberatan atas Data Yuridis Kepemilikan terkait sah atau tidaknya Penerbitan Sertifikat Hak Milik Nomor 1482 a.n. NGALIMAN seluas 605 M2, KECUALI terhadap objek tanah Pemohon/Pengadu seluas ± 153 M2 dikeluarkan dan dilakukan Perubahan Data pada Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah dan/atau daftar Umum lainnya.

10.2.   Bahwa Data Yuridis kepemilikan Pemohon/Pengadu berupa Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 84/2011, tanggal 04 November 2011 seluas ± 153 M2 a.n. Pemohon/Pengadu, juga tidak terdapat alasan-alasan yang membatalkan, dimana Pemohon membeli objek tanah dari pemilik yang sah dan terdaftar pada instansi pencatatan tanah pada Kantor Kelurahan Gerem Kecamatan Grogol Kota Cilegon, dan fakta berikutnya adalah antara Penjual (Ny. Entin Supartiningsih) dan Pembeli (Pemohon/Pengadu) adalah JUAL BELI YANG BERITIKAT BAIK, dan karenanya jual beli sejak tahun 2010/2011 sampai sekarang  tidak saling bersengketa dengan Pemilik Asal.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pokok sengketa dan konflik bukan terkait permohonan pembatalan alat bukti hak masing-masing, melainkan permohonan “dilakukan Perubahan Data pada Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah dan/atau daftar Umum lainnya”, akibat dari adanya Cacat Admistrasi dalam menerbitkan Sertifikat Hak Milik Nomor 1482 a.n. NGALIMAN seluas 605 M2 jo. Surat Ukur Nomor 792/Gerem/2007  tanggal 28 September 2007 .

11.     Bahwa dengan tidak adanya kesesuaian antara Data Fisik tanah dilapangan yang dikuasai/dimanfaatkan oleh Pemohon/Pengadu  dengan Data Yuridis tentang alat bukti hak masing-masing sebagaimana diuraikan pada point 09 dan 10 diatas, selanjutnya Pemohon/Pengadu “telah menyampaikan keberatan” kepada Sdr. NGALIMAN atas luas bidang/objek tanah seluas 605 M2 sebagaimana Surat Ukur Nomor 792/Gerem/2007  tanggal 28 September 2007 dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1482 tersebut, dan setelah mendapatkan penjelasan ternyata terdapat pengakuan dari Sdr. NGALIMAN yang pada pokoknya menegaskan bahwa :
“Dalam proses penunjukan/penetapan batas/patok objek tanah yang diukur oleh Panitia Ajudikasi pada tahun 2007 dilakukan dengan keliru dan salah dengan cara menunjukkan (memasukkan) yang didalamnya objek/bidang tanah Ny. ENTIN SUPARTININGSIH (Pemohon/Pengadu) seluas ± 147 M2 kedalam bidang tanah yang diukur saat pendaftaran tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 1482 a.n. NGALIMAN, sehingga luas bidang tanah dalam peta tanah/buku tanah menjadi overload/kelebihan dan menjadi tercatat seluas 605 M2, akibatnya objek luas bidang tanah Ny. ENTIN SUPARTININGSIH (Pemohon/Pengadu) menjadi hilang/tidak tercatat/tidak terdaftar dalam peta tanah yang dibuat saat pendaftaran tanah”. Perbuatan mana atas pengakuan kesalahan dan kekeliruan dari Sdr. NGALIMAN pada saat pengukuran tahun 2017 tersebut, telah pula ditegaskan dalam Surat Pernyataan oleh NGALIMAN dan ISTRINYA yang dibuat dan ditandatangani pada tanggal………………………….., (Bukti : P-7)

12.     Bahwa dengan memperhatikan fakta hukum yang telah dikemukakan diatas, maka terdapat Perbuatan Hukum “CACAT ADMINISTRASI” dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik Nomor 1482 a.n. NGALIMAN seluas 605 M2  jo. Surat Ukur Nomor 792/Gerem/2007  tanggal 28 September 2007 oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Cilegon dan dibantu oleh Panitia Ajudikasi dalam menjalankan program pemerintah pendaftaran tanah secara SISTEMATIK tahun 2017, dengan alasan dan argumentasi hukum sebagai berikut ini :

12.1.   Bahwa Panitia Ajudikasi telah menjalankan tugas dan kewenangannya secara “tidak cermat” dan karenanya bertentangan dengan Asas Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB), (vide : pasal 10 UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan). Dimana ditegaskan Tugas dan Kewenangan Panitia Ajudikasi sebagaimana Pasal 52 PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH, yang berbunyi :

“Tugas dan Wewenang Panitia Ajudikasi, yaitu :
a.     menyiapkan rencana kerja ajudikasi secara terperinci;
b.     mengumpulkan DATA FISIK dan dokumen asli DATA YURIDIS SEMUA BIDANG TANAH yang ada di wilayah yang bersangkutan serta memberikan tanda penerimaan dokumen kepada pemegang hak atau kuasanya;
c.      menyelidiki  riwayat tanah dan menilai  kebenaran alat bukti  pemilikan atau penguasaan tanah;
d.     mengumumkan data fisik dan data yuridis yang sudah dikumpulkan;
e.     membantu menyelesaikan ketidaksepakatan atau sengketa antara pihak-pihak yang bersangkutan mengenai data yang diumumkan;
f.      mengesahkan hasil pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf d yang akan digunakan sebagai dasar pembukuan hak atau pengusulan pemberian hak;
g.     menerima uang pembayaran, mengumpulkan dan memelihara setiap kwitansi bukti pembayaran dan penerimaan uang yang dibayarkan oleh mereka yang berkepentingan sesuai ketentuan yang berlaku; 
h.     menyampaikan laporan secara periodik dan menyerahkan hasil kegiatan Panitia Ajudikasi kepada Kepala Kantor Pertanahan;  
i.       melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan secara khusus kepadanya, yang berhubungan dengan pendaftaran tanah secara sistematik di lokasi yang bersangkutan”.

Bahwa penegasan dari norma tersebut diatas adalah Panitia Ajudikasi “sebelum mengumumkan dan mengesahkan data fisik dan data yuridis, terlebih dahulu “mengumpulkan DATA FISIK dan dokumen DATA YURIDIS SEMUA BIDANG TANAH yang ada di wilayah yang bersangkutan.

Bahwa Panitia Ajudikasi telah lalai/tidak cermat dalam mengumpulkan data fisik dan data yuridis yang ada diwilayah yang bersangkutan, sebagaimana fakta berikut ini :

-        Bahwa DATA FISIK Objek Tanah Ny. ENTIN SUPARTININGSIH/Pemohon/Pengadu yang terletak di Blok Percobaan Nomor SPPT. 038-0014.0, Persil 038 selalu dikuasai dan dimanfaatkan sejak tahun 1982 sampai sekarang sebagaimana diuraikan dalam poin 09 tersebut diatas.

-        Bahwa demikian juga berdasarkan fakta DATA YURIDIS Pencatatan Data Kepemilikan Objek Tanah Ny. ENTIN SUPARTININGSIH /Pemohon/Pengadu yang terletak di Blok Percobaan Nomor SPPT. 038-0014.0, Persil 038, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon berupa “Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 855/Mrk/1982 jo. Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 84/2011, tanggal 04 November 2011” sejak tahun 1982 sampai sekarang tercatat dalam buku tanah di Kantor Desa/Kelurahan dan sah terdaftar pada Kantor Camat sebagaimana diuraikan pada poin 03, 04, 05, 06 diatas.

Berdasarkan fakta tersebut, terhadap Objek data fisik dan data yuridis tanah Ny. ENTIN SUPARTININGSIH/ Pemohon/ Pengadu yang sah terdaftar dengan jelas dan terang itu, Panitia Ajudikasi sudah seharusnya mengumpulkan/ meng-inventarisir-nya guna dilakukan pencatatan dan pendaftaran tanah, akan tetapi ternyata Panitia Ajudikasi TIDAK mengumpulkan/ menginventarisir data kepemilikan SEMUA BIDANG TANAH yang ada di wilayah pendaftaran tanah sesuai data yang terdaftar pada “buku tanah” di Desa/Kelurahan dan status tanah terdaftar di Kantor Kecamatan selaku PPAT pencatatan dan pendaftaran tanah di Kecamatan.

Maka dengan demikian Panitia Ajudikasi tidak menjalankan tugas dan kewenangan secara tidak cermat dalam pengumpulan data fisik dan data yuridis, hal itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 52 PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH, dan karenanya mengakibatkan Hasil  Pengumpulan Data Fisik dan Pengumpulan dan Penelitian Data Yuridis (vide; pasal 57 jo. Pasal 59 Permen 3/1997) yang dituangkan kedalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas-batas bidang tanah (daftar isian 201) menjadi “Cacat Administrasi”

12.2.   Bahwa KALAU-LAH berasumsi, disebut pada tahun 2007 Panitia Ajudikasi telah mengumpulkan/ menginventarisir “data fisik” dan “data yuridis” kepemilikan tanah SEMUA BIDANG TANAH yang ada di wilayah dalam proses pendaftaran tanah secara Sistematik, termasuk objek/bidang tanah hak milik Ny. ENTIN SUPARTININGSIH /Pemohon/Pengadu, maka sudah menjadi keharusan Panitia Ajudikasi menyampaikan undangan atau pemberitahuan” kepada masyarakat tentang adanya Program Pendaftaran tanah secara sistematis di wilayah hukum yang bersangkutan, termasuk kepada pemilik tanah a.n. Ny. ENTIN SUPARTININGSIH yang sah terdaftar sebagai pemilik tanah pada Buku Tanah di Desa/Kelurahan atau di Kantor Camat guna mengetahui/mencatat data fisik dan dokumen data yuridis, akan tetapi faktanya tidak demikian, sebagaimana berikut:

-        Bahwa pada tahun 2007 Panitia Ajudikasi tidak pernah memberitahu/ mengundang Pemilik Tanah yang tercatat sah terdaftar dalam buku tanah desa/kel. Dan Kantor Kecamatan, berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 855/Mrk/1982 atas nama Ny. ENTIN SUPARTININGSIH, sebagaimana ditegaskan dalam Surat Pernyataan/Keterangan tertanggal………………., yang pada pokoknya menerangkan : “…………………..” (Bukti : P-…).  

-        Bahwa merujuk pada Pasal 56 ayat (4) Huruf a, PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH, ditegaskan terdapat “Kewajiban Panitia Ajudikasi untuk  MEMBERITAHUKAN jadwal pelaksanaan pendaftaran tanah”, sebagaimana berbunyi berikut ini:


“Kepada pemegang hak atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) DIBERITAHUKAN :
a.    Jadwal pelaksanaan pendaftaran tanah secara
sistematik, termasuk a.l.:
1)    saat dimulai dan selesainya pendaftaran tanah secara sistematik;
2)    saat akan dilakukan penetapan batas dan pengukuran bidang tanah dan

-        Bahwa selanjutnya Pasal 57, PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH, mengenai Pengumpulan Data Fisik, berbunyi :
1.   Sebelum pelaksanaan pengukuran bidang-bidang tanah, terlebih dahulu dilakukan penetapan batas-batas bidang tanah dan pemasangan tanda-tanda batas sesuai ketentuan dalam Pasal 19, 20, 21, 22, dan 23.
2.   Apabila pengukuran bidang-bidang tanah dilaksanakan oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional, penetapan batas dilakukan oleh Satgas pengukuran dan pemetaan atas nama Ketua Panitia Ajudikasi.
3.   Apabila pengukuran bidang-bidang tanah dilaksanakan oleh pihak ketiga,  penetapan batas bidang tanah dilaksanakan oleh Satgas Pengumpul Data Yuridis atas nama Panitia Ajudikasi.
4.   Penetapan batas bidang tanah dilakukan setelah dilakukan sesuai dengan jadwal yang disampaikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (4).

Berdasarkan fakta tersebut diatas, dengan ketidak-adaan undangan/ PEMBERITAHUAN/jadwal pendaftaran tanah secara
Sistematik dari Panitia Ajudikasi kepada Ny. ENTIN SUPARTININGSIH tahun 2007, dan karenanya Hasil pengumpulan dan penelitian data yang dituangkan di dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201) yang juga memuat penetapan batas-batas bidang tanah tanpa mengundang/MEMBERITAHUKAN JADWAL Pendaftaran tanah secara sistematik kepada Ny. ENTIN SUPARTININGSIH adalah perbuatan hukum Cacat Administratif, dikarenakan Panitia Ajudikasi telah lalai/tidak cermat dalam menjalankan tugas dan kewenangannya yang seharusnya dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat 4 huruf a, Pasal 57 Permen No. 3 tahun 1997.

12.3.   Bahwa kemudian merujuk pada Pasal 62 PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH, berbunyi :
Ayat (1) :
“Hasil pengumpulan dan penelitian data yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan atau 61 dituangkan di dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201) yang juga memuat penetapan batas-batas bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57”.
   Ayat (2) :
“Dalam menuangkan hasil pengumpulan data yuridis di dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bidang tanah yang oleh masyarakat setempat dikenal ada pemegang haknya akan tetapi Panitia Ajudikasi tidak berhasil menghubunginya dicatat sebagai tanah yang tidak dikenal pemegang haknya dengan mengosongkan kolom nama pemegang hak.”
                            
Terdapat fakta, yaitu :
-        Bahwa data fisik pemegang hak atas objek tanah yang terletak terletak di Blok Percobaan, Persil 038, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon dikenal oleh masyarakat setempat dikuasai dan dimanfaatkan oleh pemilik atas nama Ny. ENTIN SUPARTININGSIH dan sekarang oleh Pemohon/Pengadu, sebagaimana keterangan dari tetua-tetua/tokoh masyarakat desa/kelurahan yang sudah lama berdomisili di sekitar wilayah objek sengketa dan konflik in casu sebagaimana dikemukakan pada poin 09 diatas.
-        Dan begitu juga mengenai data yuridis sampai saat ini masih terdaftar dan sah tercatat dalam buku tanah di desa/kelurahan/kecamatan setempat sejak tahun 1982 s/d sekarang telah berpindah kepada Pemohon/Pengadu, sebagaimana dikemukakan pada poin 03,04,05,06 tersebut diatas.

Berdasarkan uraian fakta dan norma hukum tersebut diatas, ditegaskan bahwa apabila Pemegang hak yang dikenal oleh masyarakat setempat yaitu bernama Ny. ENTIN SUPARTININGSIH tidak berhasil dihubungi, TIDAK-lah berarti Panitia Ajudikasi meniadakan/ menghapus pencatatan (pendaftaran) bidang objek tanah pemegang hak yang sah terdaftar itu milik (Ny. ENTIN SUPARTININGSIH), akan tetapi sudah seharusnya tetap membuat peta bidang tanah dengan mengosongkan nomor bidang tanah pada peta tanah, dan dicatat sebagai tanah yang tidak dikenal pemegang haknya DENGAN MENGOSONGKAN KOLOM NAMA PEMEGANG HAK.

Maka dengan demikian perbuatan Panitia Ajudikasi yang meniadakan pencatatan (pendaftaran) data fisik dan data yuridis atas objek bidang tanah Ny. ENTIN SUPARTININGSIH dalam proses pendaftaran tanah secara sistematis tahun 2007, telah mengakibatkan luas objek bidang/peta bidang tanah (Ny. ENTIN SUPARTININGSIH) masuk/ingklude/overload ke dalam peta bidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 1482 a.n. NGALIMAN seluas 605 M2  jo. Surat Ukur Nomor 792/Gerem/2007  tanggal 28 September 2007, dan selanjutnya objek bidang tanah Ny. ENTIN SUPARTININGSIH seluas seluas ± 153 M2 Menjadi Hilang/ Tidak Terdaftar dalam peta tanah/buku tanah pada BPN Cilegon. Perbuatan mana yang dilakukan Panitia Ajudikasi  merupakan Pelanggaran Admistratif yang bertentangan dengan Pasal 62 Permen No. 3 TAHUN 1997 tersebut diatas.

Demikian Surat Permohonan Penerbitan SURAT KEPUTUSAN tentang “Perubahan Data pada Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah dan/atau daftar Umum lainnya” terhadap “Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1482 atas nama NGALIMAN, jo. SURAT UKUR Nomor 792/Gerem/2007  tanggal 28 September 2007” ini kami sampaikan, atas perkenan dan kerjasamanya diucapkan terimakasih.

Hormat kami,
Tim Kuasa Hukum Pemohon






ASTIRUDDIN PURBA, S.H.                        JHON EFENDY PURBA, S.H.




KHAIRIL AKBAR, S.H.                         BUDI RAHMAT ISKANDAR, S.H.





TANDA BUKTI PERKARA YANG DITANGANI


DAFAR BUKTI
Perkenankan kami Pemohon/Pengadu dalam hal ini, mengajukan Daftar Bukti pada Permohonan Penerbitan SURAT KEPUTUSAN tentang “Perubahan Data pada Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah dan/atau daftar Umum lainnya” terhadap “Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1482 atas nama NGALIMAN, jo. SURAT UKUR Nomor 792/Gerem/2007”, sebagai berikut ini :
No.
Nama Bukti
Kode Bukti
Keterangan
1.
Kartu Tanda Penduduk atas nama MIDUK MARBUN
Bukti  P-1
Foto Copy
2.
Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 84/2011, atas nama MIDUK MARBUN
Bukti  P-2
Foto Copy
3.
Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 855/Mrk/1982 tercatat atas nama Ny. ENTIN SUPARTININGSIH
Bukti  P-3
Foto Copy
4.
Surat Keterangan Camat Grogol
Nomor : 590/279/Pemtrantibum, tanggal 3 Agustus 2017
Bukti  P-4
Foto Copy
5.
Buku Tanah” Kelurahan Gerem Kecamatan Grogol
Bukti  P-5
Foto Copy
6.
Surat Keterangan Lurah Gerem …………………….., Nomor :…………………., tanggal……….
Bukti  P-6
Foto Copy
7.
Surat Keterangan Camat……………., Nomor : ……………………, tanggal…………….
Bukti  P-7
Foto Copy
8.
Surat Keterangan dari Tetua-tetua Desa/Kel, atau Tokoh Masyarakat Desa yang berdomisili lama diwilayah objek tanah dimaksud, tertanggal……………(
Bukti  P-8
Foto Copy





Demikian daftar bukti ini disampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.

Hormat kami,
a.n. Tim kuasa hukum pemohon





ASTIRUDDIN PURBA, S.H.

Friday, May 10, 2019

UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DAN PENIPUAN

1.     Unsur – Unsur Tindak Pidana
Dalam sidang terbuka untuk umum ini, diketahui jaksa penuntut umum (JPU) Iwan Winarso mendakwa sulasmi dengan pasal berlapis 379 ( a ), 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan.
Pasal 379 ( a ) : ‘’Barangsiapa menjadikan pencarian atau kebiasaan membeli barang, dengan maksud mendapat barang itu untuk dirinya atau untuk orang lain, dengan tidak membayar lunas di[idana dengan pidana penjara selama – lamanya empat tahun’’.
Yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah orang yang menjadikan pencarian atau kebiasaan membeli barang dengan tidak membayar lunas, dengan maksud memperoleh barang itu untuk dirinya sendiri atau orang lain.
Unsur – unsur penting yang perlu dibuktikan dalam pasal ini adalah :
1.     Perbuatan itu harus dilakukan sebagai pencarian atau kebiasaan, apabila perbuatan itu hanya dilakukan sekali saja, belum dapat dikatakan sebagai pencarian atau kebiasaan. Pembelian barang seperti itu harusdilakukan berulan-ulang dan pada beberapa toko. Dalam kasus yang dilakukan Sulasmi mengambil barang ketiga korban diatas dengan cara berhutang. Barang-barang diatas langsung dijual kembali oleh Sulasmi dan sudah memperoleh pembayaran. Sayangnya, uang pembayaran dari para pembeli itu tidak dibayarkan ke korban.
2.     Pada waktu melakukan pembelian, harus sudah ada maksud akan tidak membayar lunas. Dalam menjalankan aksinya, Sulasmi yang bertempat tinggal di Jl. Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang ini, berkedok menjalankan bisnis sembako, penjualan kue, dan pakaian. Caranya, Sulasmi mengambil barang ketiga korban diatas dengan cara berhutang. Barang-barang diatas langsung dijual kembali oleh Sulasmi dan sudah memperoleh pembayran. Sayangnya, uang pembayaran dari para pembeli itu tidak dibayarkan ke korban.

Pasal 372 : ‘’Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dan yang ada padanya bukan karena kejahatan, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara selama – lamanya empat tahun atau denda sebanyak – banyaknya sembilan ratus rupiah’’.
Kejahatan ini dinamakan ‘’penggelapan biasa’’. Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam pasal 362, hanya bedanya kalau dalam pencurian barang yang diambil untuk dimiliki itu belum berada ditangannya si pelaku, sedang dalam kejahatan penggelapan, barang yang diambil untuk dimiliki itu sudah berada ditangannya si pelaku tidak dengan jalan kejahatan atau sudah dipercayakan kepadanya.
Adapun unsur – unsur yang terkandung dalam pasal ini adalah :
1.     Unsur obyektif yaitu :
~ Sengaja melawan hukum. Dalam kasus ini Sulasmi telah melakukan tindakan melawan hukum, yaitu  berkedok menjalankan bisnis sembako, penjualan kue, dan pakaian.
~ Penggelapan. Sulasmi harus berurusan dengan hukum karena menggelapkan uang milik rekan bisnisnya senilai Rp 386 juta.
~ Sesuatu barang. Barang yang digunakan oleh terdakwa berupa sembako yang dihutang dari para korbannya, setelah dijual uangnya tidak dikembalikan kepada rekan bisnisnya yang ia hutangi.
1.     Unsur subyektifnya adalah : Dengan sengaja, yaitu menguasai barang yang sudah ada ditangannya ( dalam kekuasaannya ) secara melawan hukum.
Pasal 378 : ‘’Barangsiapa dengan maksud hendak menguntumgkan dirinya atau orang lain dengan melawan hukum, baik dengan memakai nama palsu, baik dengan tipu muslihat, maupun dengan rangkaian kebohongan, membujuk orang untuk memberikan suatu barang atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, dipidana karena penipuan dengan pidana penjara selama – lamanya empat tahun’’.
Yang diancam dalam pasal ini ialah orang yang membujuk orang lain supaya memberikan suatu barang atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang dengan melawan hukum.
Adapun unsur – unsur yang terkandung dalam pasal tentang penipuan ini adalah :
1.     Unsur – unsur obyektif :
~ Mengngerakkan, Yaitu menggunakan tindakan – tindakan ,baik berupa perbuatan – perbuatan maupun perkataan – perkataan yang bersifat menipu. Dalam hal ini Sulasmi berkedok menjalankan bisnis sembako.
~ Untuk menyerahkan suatu barang / benda, yaitu ketika korban menyerahkan barang kepada Sulasmi yang berhutang kepadanya.
~ Untuk memberi hutang, dalam kasus Sulasmi tidak terdapat unsur ini.
~ Untuk menghapus piutang, yaitu setelah Sulasmi menjual barang yang diperolehnya dengan cara berhutang, ia tidak menyerahkan hasil penjualannya kepada ketiga korban.
~ Dengan menggunakan daya upaya seperti :
1.     Memaki nama atau,
2.     Martabat palsu
3.     Dengan tipu muslihat
4.     Rangkaian kebohongan
Unsur yang b, c, dan d termasuk dalam pelanggaran yang dilakukan oleh Sulasmi, yaitu ketika ia berkedok menjalankan bisnis sembako, sedangkan unsur memakai nama palsu tidak termasuk.
 1.     Unsur – unsur subyektif :
~ Dengan maksud, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan sengaja dan memiliki maksud / tujuan tertentu. Jika dikaitkan dengan kesengajaan, maka termasuk dalam dolus Premiditatus, yaitu kesengajaan yang disertai dengan rencana terlebih dahulu.
~ Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Penggelapan yang dilakukan Sulasmi hanya menguntungkan diri sendiri dan mungkin juga keluarganya. Adapun para korban sangat dirugikan.
~ Secara melawan hukum. Jika melihat semua unsur – unsur diatas tentunya apa yang telah dilakukan Sulasmi telah melawan hukum yang telah di tetapkan dalam KUH – Pidana.
1.     Hukuman Yang Diberikan Kepada Terdakwa
Dalam sidang terbuka untuk umum ini, diketahui jaksa penuntut umum (JPU) Iwan Winarso mendakwa sulasmi dengan pasal berlapis 379 (a), 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan. Ancaman yang diterima adalah hukuman penjara diatas lima tahun.  Selama penyidikan dikepolisian, Sulasmi ditahan di polresta. Saat disidangkan, ia menjadi tahanan titipan kejaksaan di LP Wanita Sukun.


Thursday, May 9, 2019

SYARAT ASN PNS, TNI DAN POLRI UNTUK IKUT BERPOLITIK


Pada tanggal 3 April 2015,para PNS yang terdiri dari Dr. Rahman Hadi, Msi, dkk., mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian di registrasi dengan nomor perkara 41/PUU-XIII/2015.
Adapun pasal yang diuji oleh para Pemohon adalah sebagai berikut:
Pasal 119, “Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon”.
Pasal 123 ayat (3), “Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon”.
terhadap Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28I ayat (1) dan ayat (2)  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945, yang menyatakan:
Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2)
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya;
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3)
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan;
Pasal 28I ayat (1) dan ayat (2)
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak  untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasarapa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifatdiskriminatif itu;
Dalam permohonannya, para Pemohon menyatakan bahwa sebagai perseorangan warga negara Indonesia yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)  merasa dirugikan dengan pasal a quo karena hak untuk dipilih dan hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan telah dibatasi, dibedakan dan dikecualikan dari dan/atau dengan kelompok warga negara dan/atau profesi lainnya, dengan cara mewajibkan PNS untuk mengundurkan diri sejak mendaftar sebagai calon kepala daerah dan anggota DPD. Padahal, pembatasan, pembedaan, dan pengecualian untuk mengundurkan diri tidak diberlakukan terhadap warga negara lainnya. Pembatasan, pengecualian, dan pembedaan sebagaimana dalam pasal a quo dapat dikualifikasi sebagai bentuk diskriminasi;

            Untuk menjawab persoalan konstitusionlitas pasal tersebut, Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya menyatakan sebagai berikut:
Pendapat Mahkamah
[3.10]    Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, Mahkamah perlu mengutip Pasal 54 UU MK yang menyatakan, “Mahkamah Konstitusi dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden” dalam melakukan pengujian atas Undang-Undang.  Dengan kata lain, Mahkamah dapat meminta atau tidak meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden, tergantung pada urgensi dan relevansinya. Oleh karena permasalahan hukum dan permohonan a quo cukup jelas, Mahkamah memutus perkara a quo tanpa mendengar keterangan dan/atau risalah rapat dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden;
[3.11]      Menimbang bahwa setelah memeriksa dengan saksama permohonan para Pemohon, bukti surat/tulisan dari para Pemohon, sebagaimana termuat pada bagian Duduk Perkara, Mahkamah berpendapat sebagai berikut:
[3.12]      Menimbang bahwa para Pemohon dalam permohonan a quo mengajukan pengujian konstitusionalitas Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU ASN karena pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28I ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 dengan alasan adanya diskriminasi antarstatus warga negara dalam profesi PNS jika mencalonkan atau dicalonkan menjadi pejabat negara diwajibkan mengundurkan diri sejak mendaftarkan sebagai calon;
[3.13]     Menimbang bahwa terkait dengan dalil permohonan a quo, sepanjang menyangkut syarat pengunduran diri PNS ketika hendak mencalonkan diri untuk menduduki jabatan politik yang pengisiannya dilakukan melalui pemilihan (elected officials), Mahkamah telah menyatakan pendiriannya sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor 45/PUU-VIII/2010, bertanggal 1 Mei 2012, yang kemudian dirujuk kembali dalam Putusan Nomor 12/PUU-XI/2013, bertangggal 9 April 2013. Dalam kedua putusan tersebut Mahkamah antara lain menyatakan:
“...Ketika seseorang telah memilih untuk menjadi PNS maka dia telah mengikatkan diri dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur birokrasi pemerintahan, sehingga pada saat mendaftarkan diri untuk menjadi calon dalam jabatan politik yang diperebutkan melalui mekanisme pemilihan umum, dalam hal ini sebagai calon anggota DPD, maka Undang-Undang dapat menentukan syarat-syarat yang di antaranya dapat membatasi hak-haknya sebagai PNS sesuai dengan sistem politik dan ketatanegaraan yang berlaku pada saat ini. Dari perspektif kewajiban, keharusan mengundurkan diri sebagai PNS tersebut tidak harus diartikan pembatasan HAM karena tidak ada HAM yang dikurangi dalam konteks ini, melainkan sebagai konsekuensi yuridis atas pilihannya sendiri untuk masuk ke arena pemilihan jabatan politik, sehingga wajib mengundurkan diri dari PNS guna mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang birokrasi pemerintahan. Menurut Mahkamah, perspektif yang manapun dari dua perspektif itu yang akan dipergunakan dalam perkara a quo maka kewajiban mengundurkan diri menurut undang-undang bagi PNS yang akan ikut pemilihan anggota DPD tersebut bukanlah pelanggaran hak konstitusional;”
                  Bahwa permohonan a quo, secara substansial, adalah pengujian konstitusionalitas norma Undang-Undang yang berkenaan dengan jabatan publik atau jabatan politik yang mekanisme pengisiannya dilakukan melalui pemilihan (elected officials). Oleh karena jabatan anggota DPD adalah jabatan yang dipilih melalui pemilihan maka pertimbangan hukum putusan Mahkamah di atas juga berlaku terhadap permohonan a quo.
              Namun demikian, selain uraian sebagaimana ditegaskan dalam pertimbangan putusan Mahkamah di atas, Mahkamah memandang penting untuk menambahkan bahwa kedudukan dan peranan PNS penting serta  menentukan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Peranan itu menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan yang bergantung pada kompetensi PNS yang secara karier diangkat berdasarkan kecakapan tertentu dan secara terus menerus memperoleh pembinaan, pendidikan, jenjang kepangkatan secara teratur dan terukur, termasuk pendidikan kedinasan untuk mencapai jenjang kepangkatan dan karier tertentu, yang pada pokoknya, seorang PNS dan/atau pegawai ASN yang memenuhi syarat menjadi calon pejabat dalam jabatan tertentu sebagaimana ditentukan dalam pasal-pasal yang diuji para Pemohon adalah subjek pegawai ASN yang telah melalui jenjang karier, kepangkatan, promosi, mutasi, penilaian kinerja, disiplin, kompetensi, dan telah teruji dan berpengalaman mampu melaksanakan tugas pelayanan publik yaitu memberikan pelayanan atas barang, jasa, dan administratif;
                  Sementara itu, berkenaan dengan syarat pengunduran bagi anggota TNI dan anggota Polri yang hendak mencalonkan diri dalam jabatan politik atau jabatan publik yang mekanisme pengisiannya dilakukan melalui pemilihan, Mahkamah pun telah menyatakan pendiriannya, sebagaimana termuat dalam Putusan Nomor 67/PUU-X/2012, bertanggal 15 Januari 2013. Dalam pertimbangan hukum putusan tersebut, Mahkamah antara lain menyatakan:
Bahwa frasa “surat pernyataan pengunduran diri dari jabatan negeri” dalam Pasal 59 ayat (5) huruf g UU 12/2008, menurut Mahkamah adalah ketentuan persyaratan yang sudah jelas bagi anggota TNI maupun anggota Polri yang akan mendaftarkan diri menjadi peserta Pemilukada dalam menjaga profesionalitas dan netralitas TNI dan Polri. Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan Pemilu dalam hal ini Pemilukada yang demokratis, jujur, dan akuntabel, para peserta Pemilu, khususnya yang berasal dari PNS, anggota TNI dan anggota Polri tidak diperbolehkan untuk memanfaatkan jabatan, kewenangan, dan pengaruh yang melekat pada dirinya sebagai akibat jabatan yang disandangnya pada saat Pemilukada berlangsung... “
[3.14]    Menimbang, berdasarkan pertimbangan hukum sebagaimana termuat dalam dua putusan Mahkamah di atas, telah nyata bahwa ketentuan Undang-Undang yang mensyaratkan pengunduran diri PNS maupun anggota TNI dan anggota Polri jika yang bersangkutan hendak mencalonkan diri untuk menduduki jabatan politik atau jabatan publik yang mekanisme pengisiannya dilakukan melalui pemilihan, termasuk dalam hal ini pencalonan menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah, menurut Mahkamah, tidaklah bertentangan dengan UUD 1945.
[3.15]      Menimbang bahwa UU ASN juga memuat ketentuan tentang pemberhentian sementara pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi pejabat negara yaitu ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi; ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial; ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi; Menteri dan jabatan setingkat menteri; Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar  Biasa dan Berkuasa Penuh. Pasal 123 ayat (1) dan ayat (2) UU ASN menyatakan bahwa PNS yang diangkat menjadi pejabat negara sebagaimana disebutkan di atas diberhentikan sementara dari jabatannya selama yang bersangkutan masih menjabat jabatan tersebut di atas sehingga tidak kehilangan status sebagai PNS. Ketentuan ini adalah berlaku bagi jabatan yang tergolong ke dalam appointed officials bukan elected officials, sehingga tidak serta-merta dapat disamakan dengan PNS yang hendak mencalonkan diri menduduki jabatan yang tergolong elected officials, sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon. Pembedaan demikian bukanlah suatu bentuk diskriminasi karena karakter kedua jabatan tersebut memang berbeda sehingga mempersyaratkan perlakuan yang berbeda pula.
[3.16]      Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berpendapat bahwa syarat pengunduran diri PNS yang hendak mencalonkan diri sebagai pejabat publik yang mekanisme pengisiannya dilakukan melalui pemilihan tidak bertentangan dengan UUD 1945, Mahkamah memandang perlu untuk mempertimbangkan lebih lanjut aspek kepastian hukum dan keadilan berkenaan dengan pertanyaan “kapan” pengunduran diri tersebut harus dilakukan. Hal ini berkait dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU ASN.
Pasal 119 UU ASN menyatakan, “Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon”.
Pasal 123 ayat (3) UU ASN menyatakan, “Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon”.
                  Pertanyaan yang harus dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam hubungan ini adalah apakah adil dan sekaligus memberi kepastian hukum apabila seorang PNS yang hendak mencalonkan diri sebagai pejabat publik yang mekanisme pengisiannya dilakukan melalui pemilihan harus menyatakan pengunduran dirinya secara tertulis sebagai PNS sejak saat ia mendaftar sebagai calon? Pertanyaan demikian menjadi penting untuk dipertimbangkan sebab istilah “mendaftar” hanyalah merupakan tahap awal sebelum seseorang dinyatakan secara resmi atau sah sebagai calon peserta pemilihan setelah dilakukan verifikasi oleh penyelenggara pemilihan.
                  Dengan demikian, dalam konteks permohonan a quo, apabila syarat pengunduran diri PNS tersebut dimaknai seperti yang tertulis dalam ketentuan UU ASN di atas maka seorang PNS akan segera kehilangan statusnya sebagai PNS begitu ia mendaftar sebagai pejabat publik yang mekanisme pengisiannya dilakukan melalui pemilihan. Pemaknaan atau penafsiran demikian memang telah memberi kepastian hukum namun mengabaikan aspek keadilan. Dengan kata lain, pemaknaan demikian hanyalah memenuhi sebagian dari jaminan hak konstitusional yang dinyatakan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yaitu hanya aspek kepastian hukumnya. Padahal, Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tegas menyatakan bahwa hak dimaksud bukanlah sekadar hak atas kepastian hukum melainkan hak atas kepastian hukum yang adil.
                  Dikatakan mengabaikan aspek keadilan, sebab terdapat ketentuan Undang-Undang yang mengatur substansi serupa namun memuat persyaratan atau perlakuan yang tidak setara meskipun hal itu diatur dalam Undang-Undang yang berbeda, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU 8/2015). Dalam UU 8/2015 juga terdapat ketentuan yang mempersyaratkan PNS mengundurkan diri sejak mendaftar sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah, sementara bagi anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD hanya dipersyaratkan memberitahukan kepada pimpinannya jika hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah. Hal itu diatur dalam Pasal 7 huruf s dan huruf t UU 8/2015.
                  Kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah jabatan publik atau jabatan politik yang mekanisme pengisiannya juga dilakukan melalui pemilihan. Oleh karena itu syarat pengunduran diri bagi PNS yang hendak mencalonkan diri menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah tidaklah bertentangan dengan UUD 1945, sebagaimana telah ditegaskan dalam putusan-putusan Mahkamah yang telah dijelaskan dalam paragraf [3.13] di atas. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa syarat yang sama tidak berlaku bagi anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD? Oleh karena itu, agar proporsional dan demi memenuhi tuntutan kepastian hukum yang adil, baik PNS maupun anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD haruslah sama-sama dipersyaratkan mengundurkan diri apabila hendak mencalonkan diri guna menduduki jabatan publik atau jabatan politik lainnya yang mekanismenya dilakukan melalui pemilihan (elected officials). Namun, demi memenuhi tuntutan kepastian hukum yang adil pula, pengunduran diri dimaksud dilakukan bukan pada saat mendaftar melainkan pada saat yang bersangkutan telah ditetapkan secara resmi sebagai calon oleh penyelenggara pemilihan dengan cara membuat pernyataan yang menyatakan bahwa apabila telah ditetapkan secara resmi oleh penyelenggara pemilihan sebagai calon dalam jabatan publik atau jabatan politik yang mekanismenya dilakukan melalui pemilihan itu maka yang bersangkutan membuat surat pernyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali, yaitu pada saat mendaftarkan diri dan berlaku sejak ditetapkan secara resmi sebagai calon.
[3.17]    Menimbang berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, dalil para Pemohon sepanjang menyangkut Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU ASN beralasan menurut hukum untuk sebagian.
5. AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan:
1.  Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian:
1.1      Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai,“pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS harus dilakukan bukan sejak mendaftar sebagai calon melainkan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS dilakukan sejak ditetapkan sebagai calon peserta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden serta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”;
1.2      Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS harus dilakukan bukan sejak mendaftar sebagai calon melainkan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS dilakukan sejak ditetapkan sebagai calon peserta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden serta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”;
2.  Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya;
3.  Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia Sebagaimana mestinya.


ISI MAKALAH HUBUNGAN DIPLOMATIK DITINJAU DARI KONVENSI WINA 1961

BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Menurut Jan Osmanczyk, Hukum Diplomatik merupakan cabang dari hukum Internasionalyan...