Larangan
Bagi Instansi Pemerintah dan BUMN. Melaksanakan Rapat-rapat di Hotel (
Bagaimana Menyikapinya … ? )
Oleh
:
I Astiruddin Purba, SH, MH. *)
I Astiruddin Purba, SH, MH. *)
1. Pendahuluan
Awal
pemerintahan baru (Jokowi-Jk) banyak mengambil langkah-langkah dalam rangka
pencitraan pemerintahan baru yang diembannya, merupakan langkah yang berani dan
sangat spektakuler serta menarik publik untuk disikapi, seperti menaikkan harga
BBM, yang justru harga minyak dunia sedang turun, kemudian moratorium
pengangkatan PNS, tahun 2015 ini di saat rakyat sedang membutuhkan lapangan
pekerjaan, dan yang paling menarik publik, terutama melarang instansi
pemerintah maupun BUMN untuk menyelenggarakan rapat-rapat di hotel. Statement
ini segera ditindak lanjuti oleh Menpan-RB, serta direspon dengan mengeluarkan
Surat Edaran Nomor : 11 Tahun 2014, dan diapresiasi oleh beberapa kalangan,
seperti Wali Kota Surabaya, segera menyiapkan sarana dan prasarana untuk
keperluan rapat-rapat di kantor pemerintahan di wilayah kerjanya. Namun
beberapa kalangan, khususnya yang bergerak di sektor swasta, ada pula yang
bertanya-tanya atau boleh dikatakan tidak sependapat atau tegasnya tidak setuju
maksud dari larangan tersebut, tentu mereka memiliki argumen masing-masing.
Setiap
kegiatan dalam suatu organisasi sebelum dilaksanakannya kegiatan itu,
perlu ditetapkan terlebih dahulu melalui beberapa tahapan manajemen kerja
yang memadai, lebih-lebih organisasi pemerintahan. Menyikapi ketentuan tidak
boleh menyelenggarakan rapat-rapat di hotel itu, menurut hemat penulis
hendaknya disikapi dengan arif bijaksana, dengan cara menerapkan manajemen
kegiatan sesuai prinsip-prinsip manajemen, serta bila perlu dievaluasi,
sejauhmana efisiensi dapat ditekan, sehingga tidak menimbulkan kesan kebijakan
itu “untuk efisiensi atau mencari sensasi ?” Di saat pemerintah modern sekarang
ini yang menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik sebagaimana yang
ditentukan UNDP, yang telah diadopsi oleh beberapa negara termasuk Indonesia di
dalam mereiventing government(nya), yaitu di dalam mengelola pemerintahan
pemerintah harus menggunakan tiga komponen yang saling terkait, dan saling
mendukung, yaitu antara negara, (state), dunia usaha (ekonomi pasar), dan
masyarakat sipil (civil society). Ketiga komponen ini tidak bisa berdiri
sendiri, antara ketiganya ada keterkaitan dan saling menunjang antara yang satu
komponen dengan komponen yang lainnya, yang jika digambarkan, adalah sbb. :
Sumber
: David Osborne & Ted Gaebler (1997).
Menyimak
dari pemahaman ini, dengan sendirinya pemerintahpun di era modern ini tidak
akan bisa berdiri sendiri. Di antara ketiganya tidak ada yang memiliki kontrol
penuh, sehingga diantara ketiga komponen itu ada keseimbangan dan harmonisasi,
di dalam mengemban dan menjalankan fungsinya masing-masing. Dan fungsi
pemerintah sekarang adalah sebagai regulator, fasilitator dan pengawasan.
Dengan demikian dalam tata kelola pemerintahan ini pemerintah tidak bisa
berdiri sendiri. Sektor swasta dan keterlibatan masyarakat (society) sangat diharapkan,
untuk menuju pemerintahan yang ; transparan, akuntabel, efektif dan efisien.
Menurut hemat penulis, adanya kebijakan untuk melarang kegiatan rapat-rapat di hotel, adalah untuk menekan pemborosan ataupun kebocoran. Namun sekali lagi bukan itu satu-satunya cara. Masih banyak lagi upaya yang harus diupayakan. Yang lebih penting menurut hemat penulis adalah meningkatkan pengawasan di semua jajaran. Budaya kerja birokrasi publik dan akuntabilitas kinerja publik kita selama ini sangat lemah dan sangat monoton dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Sebagaimana disebutkan oleh Widodo, Joko dalam bukunya “Good Governance” (2001 : 14), lemahnya tanggung jawab itu, disebabkan oleh : Pertama , lemahnya (tidak baiknya) perencanaan (strategic planning), Kedua, pelaksanaan (implementation) yang tidak dipersiapkan dengan baik, dan lemahnya fungsi kontrol (controlling) atas pelaksanaan tugas tersebut .
Hal-hal inilah yang menurut hemat penulis lebih dioptimalkan, bila perlu disertai sanksi yang tegas dari aparat berwenang, sehingga budaya kerja dan akuntabilitas birokrat kita lebih dioptimalkan lagi tentang peran dan fungsinya, sehingga di dalam implementasinya semua fungsi-fungsi manajemen bisa diakomodir dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan tanpa memandang siapa dan apa akibat dari penerapan sanksi-sanksi yang ada, oleh karena pada pemerintahan masa lalu tindakan/sanksi terhadap pelanggaran prosudur nyaris tidak diperhatikan.
2. Larangan Rapat-rapat di Hotel siapa takut … ?
Menyikapi
hal ini semestinya pihak pemerintah memperhatikan semua sektor, terutama sektor
swasta yang telah banyak memberi andil terhadap negara, utamanya di dalam
pembemberian devisa dan pajak kepada negara, yang tidak sedikit, serta
penyerapan tenaga kerja. Lebih-lebih dengan moratorium pengadaan PNS oleh
pemerintahan baru dewasa ini, sudah barang tentu para pencari kerja akan
lari ke sektor swasta, (dan utamanya bagi daerah-daerah yang mengandalkan
pertumbuhan ekonominya melalui sektor pariwisata), tentu kebijakan pemerintahan
baru ini akan membawa dampak yang sangat berat. Kebijakan ini sungguh
sangat ironis, di satu sisi pemerintah mengembangkan usaha di sektor swasta, di
sisi lain kebijakan yang dilakukan sepertinya tidak mendukung dunia usaha itu.
Misalnya daerah Nusa Tenggara Barat yang sedang mengembangkan sektor pariwisata
sebagai pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, sangat merasakan
dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah ini.
Jika kebijakan itu bertujuan untuk mengefisienkan pemerintahan, maka masih banyak cara sebenarnya yang bisa dilakukan untuk mengifisienkan pemerintahan itu. Tidak mesti melarang kegiatan rapat-rapat di Hotel. Misalnya saja, untuk mengefisienkan anggaran pemerintah yang harus ditingkatkan, adalah pengawasannya, serta tertib anggaran misal, rapat yang mestinya selesai sehari, justru diprogramkan 3 (tiga) hari, pelaksanaannya sehari penuh dengan cara jadwal dipadatkan dengan waktu istirahat ditiadakan, sedangkan SPJnya tetap dibuat 3 (tiga hari). Inilah pemborosan yang tak kentara. Ini mestinya diawasi dengan ketat, oleh aparat pengawas mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan pertanggungjawabannya, dengan mengacu pada tertib penyusunan, penggunaan serta pertanggungjawaban anggaran itu, bukan melarang pelaksanaan kegiatannya di hotel. Kemudian aparat di jajaran pemerintahan maupun BUMNpun, mestinya dapat memilah dengan cermat, kegiatan apa saja yang layak dilaksanakan di hotel, dan kegiatan apa saja yang harus dilaksanakan di kantor. Semua kagiatan pemerintahan baik pada instansi pemerintah maupun BUMN, hendaknya tetap melaksanakan kegiatannya dengan mengacu pada prinsif-prinsif good governance, sehingga publik dapat mengakses seluruh kegiatan, lebih-lebih yang dilakukan merupakan kegiatan yang menyentuh rakyat secara langsung.
Sebagaimana
dikutip pada harian Independennews (dalam
http://independennews.com/index.php?option=com_k2&view=item&id=1564:menpan-pns-dilarang-rapat-di-hotel&Itemid=668.
diunduh tgl. 11-12-2014) disebutkan sebagai berikut :
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi
mengeluarkan surat edaran bagi kementerian dan instansi pemerintah menggelar
rapat di hotel. Peraturan ini berlaku mulai Desember sebagai toleransi bagi
kementerian dan instansi pemerintah yang sudah telanjur merencanakan menggelar
rapat di hotel hingga akhir November 2014. Yuddy mengatakan, surat edaran
larangan rapat di hotel berlaku sejak diedarkan, yakni 6 November 2014.
"Sudah ada instansi yang sudah merencanakan rapat di hotel jauh-jauh hari.
Alasannya, tidak punya ruangan dengan kapasitas yang diinginkan, sudah bayar
uang muka, katering, dan lain-lain," ujar Yuddy, Jumat (14/11) 1.
Menyikapi hal ini, hendaknya larangan itu janganlah terlalu kaku, yang terpenting adalah sesuai dengan perencanaan awal. Bersifat transparan, akuntabel, efektif dan efisien, serta sesuai dengan realita di lapangan., dan benar adanya. Oleh karena kebiasaan-kebiasaan masa lalu oleh aparat Birokrasi masih terbawa-bawa, apa yang direncanakan tidak sesuai dengan pelaksanaan di lapangan.
Lebih lanjut dikatakan, oleh Men PAN-RB :
"Kami
putuskan memberi batas waktu hingga akhir November 2014. Desember bulan depan,
tidak ada lagi yang namanya rapat di hotel," tambahnya. Mulai saat ini,
katanya, semua instansi pemerintah harus mendayagunakan fasilitas ruangan yang
ada di kantornya masing-masing sehingga tak lagi menghambur-hamburkan uang
negara untuk membiayai rapat di luar kantor. Jadi, lanjutnya, bagi PNS yang
ketahuan masih menggelar rapat di hotel melewati batas waktu yang telah
ditentukan, pihaknya tidak segan-segan memberikan sanksi” 2
Memperhatikan pernyataan Men PAN-RB, itu rupanya sangat tegas, bagi yang tidak mengindahkan kebijakan tersebut akan dikenai sanksi. Namun di dalam menyikapi itu semua aparat pemerintah maupun BUMN tidak perlu grasa-grusu, sikapi dengan penuh arif bijaksana. Perencanaan suatu kegiatan memegang peranan yang sangat penting di dalam melaksanakan suatu kegiatan. Maka dari itu sebelum kegiatan berlangsung, susun dulu perencanaan dengan matang, sehingga di dalam pelaksanaan kegiatan nanti tidak banyak menyimpang. Pilah dan pilih kegiatan mana yang tidak
--------------------------------
1. Lihat : http://independennews.com/index.php?option=com_k2&view=item&id=1564:menpan-pns-dilarang-rapat-di-hotel&Itemid=668
2. Ibid.
1. Lihat : http://independennews.com/index.php?option=com_k2&view=item&id=1564:menpan-pns-dilarang-rapat-di-hotel&Itemid=668
2. Ibid.
mesti
dilaksanakan di hotel, jangan dilaksanakan di hotel. Tetapi jika dalam keadaan
terpaksa, prosudur harus ditempuh, misalnya dengan mengajukan telaahan staf
kepada pihak pimpinan, bahwa kegiatan tersebut kurang memadai jika
dilaksanakan di kantor. Berkenaan dengan hal itu para pelaksana kegiatan maupun
Satuan Kerja baik di pusat maupun di daerah di dalam melaksanakan suatu
kegiatan hendaknya benar-benar didukung oleh perencanaan yang tegas dan akurat,
membuat rencana kerja tidak asal-asalan, serta konsisten dengan perencanaan
tersebut.
3.
Kesimpulan dan saran
Pada
bagian akhir dari tulisan ini, maka penulis dapat mengambil
beberapa kesimpulan serta saran. sbb. :
a.
Kesimpilan :
- Langkah pemerintahan Jokowi-Jk
yang diambil, adalah dengan alasan untuk efisiensi anggaran serta
menyederhanakan sepanjang kegiatan itu bisa dilaksanakan di kantor
milik pemerintah kenapa meski di hotel ?, walaupun langkah itu bukan
satu-satunya untuk mengefisienkan pemerintahan ;
- Langkah tersebut merupakan
kebijakan pemerintah baru untuk mengefisienkan pemerintahan dan
menyederhanakan pemerintahan, yang walaupun di dalam menyikapi kebijakan
tersebut ada yang pro dan ada yang kotra, utamanya di kalangan swasta yang
bergerak di bidang usaha hotel dan restorant, mengingat masih banyak
hal yang dibutuhkan negara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat
;
b. Saran-saran :
- Di dalam menyikapi kebijakan
itu, hendaknya disikapi dengan penuh arif dan bijaksana, serta di dalam
melaksanakan suatu kegiatan, hendaknya didasari oleh perencanaan yang
akurat, serta konsisten di dalam pelaksanaannya, termasuk kegiatan
rapat-rapat ;
- Kegiatan yang dilakukan
hendaknya selalu dilaksanakan dengan prinsip akuntabilias, efektif dan
efisien. Sehingga kebijakan itu tidak menimbulkan kesan, “untuk efisiensi
atau mencari sensasi … ?”
Mataram,
medio Desember 2014.
*) Penulis adalah staf Pengajar Pada IPDN.
*) Penulis adalah staf Pengajar Pada IPDN.
Kampus
Nusa Tenggara Barat, yang kini sedang mengikuti
Program
Pascasarjana Doktor Ilmu Pemerintahan pada IPDN.
Kementerian
Dalam Negeri – Jakarta
No comments:
Post a Comment