Thursday, April 8, 2021

UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN TERHADAP PASAL 351-356 KUHP & PASAL 360-361 KUHP

A.    Pengertian Penganiayaan
Delik penganiayaan dalam tatanan hukum termasuk suatu kejahatan, yaitu suatu perbuatan yang dapat dikenai sanksi oleh undang-undang. Secara umum tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut Penganiayaan. Dari segi tata bahasa, penganiayaan adalah suatu kata jadian atau kata sifat yang berasal dari kata dasar "aniaya" yang mendapat awalan "pe" dan akhiran "an" sedangkan penganiaya itu sendiri berasal dari kata benda yang berasal dari kata aniaya yang menunjukkan subyek atau pelaku penganiayaan itu.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (W.J.S Poerwadarminta 1994:48) mengatakan bahwa penganiayaan adalah perlakuan sewenang-wenang (penyiksaa, penindasan, dan sbagainya). Sedangkan KUHP sendiri tidak memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan istilah penganiayaan (mishandelling) selain hanya menyebut penganiayaan saja, namun pengertian penganiayaan dapat ditemukan dalam beberapa yurisprudensi, yaitu :
1.    Arrest Hoge Raad tanggal 10 desember 1902 merumuskan bahwa penganiayaan adalah dengan sengaja melukai tubuh manusia atau menyebabkan perasaan sakit sebagai tujuan, bukan sebagai cara untuk mencapai suatu maksud yang diperbolehkan, seperti memukul anak dalam batas-batas yang dianggap perlu yang dilakukan oleh orang tua anak itu sendiri atau gurunya.
2.      Arrest Hoge Raad tanggal 20 April 1925 menyatakan bahwa penganiayaan adalah dengan sengaja melukai tubuh manusia. Tidak dianggap penganiayaan jika maksudnya hendak mencapai justru tujuan lain dan dalam menggunakan akal ia tak sadar bahwa ia telah melewati batas-batas yang tidak wajar.
3.   Arrest Hoge Raad tanggal Februari 1929 menyatakan bahwa penganiayaan bukan saja menyebabkan perasaan sakit, tetapi juga menimbulkan penderitaan lain pada tubuh.

Jadi beberapa pengertian dan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menyebut seseorang itu telah melakukan penganiayaan terhadap orang lain, maka orang tersebut harus mempunyai kesengajaan (Opzetelijk) untuk:
1.         Menimbulkan rasa sakit pada orang lain
2.         Menimbulkan luka pada tubuh orang lain
3.         Merugikan kesehatan orang lain
Dengan kata lain untuk menyebut seseorang telah melakukan penganiayaan, maka orang itu harus mempunyai kesengajaan dalam melakukan suatu perbuatan untuk membuat rasa sakit pada orang lain atau luka pada tubuh orang lain ataupun orang itu dalam perbuatannya merugikan kesehatan orang lain. Jadi unsur delik penganiayaan adalah kesengajaan yang menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain dan melawan hukum.

B.     Macam-Macam dan Unsur-Unsur Penganiayaan dalam KUHP
Secara umum, tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut “penganiayaan”. Penganiayaan yang diatur KUHP terdiri dari :

Tindak Pidana Penganiayaan Biasa
Penganiayaan biasa yang dapat juga disebut dengan penganiayaan pokok atau bentuk standar terhadap ketentuan Pasal 351 KUHP yang dirinci atas :
(1)  Penganiayaan diancam dengan Pidana Penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2)   Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan Pidana Penjara paling lama Lima Tahun.
(3)    Jika mengakibatkan mati, diancam dengan Pidana Penjara paling lama Tujuh Tahun.
(4)    Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5)    Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Unsur-unsur penganiayaan biasa, yakni :
a) Adanya kesengajaan
b) Adanya perbuatan
c) Adanya akibat perbuatan (yang dituju), rasa sakit pada tubuh, dan atau luka pada tubuh.
d) Akibat yang menjadi tujuan satu-satunya

Penganiayaan Ringan.
Hal ini diatur Pasal 352 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
(1)  Kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menumbulkan atau halangan untuk melakukan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan Pidana Penjara paling lama Lima bulan atau Pidana Denda paling banyak Empat Ribu lima Ratus Rupiah.
Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(2)     Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Unsur-unsur penganiayaan ringan, yakni:
a)  Bukan berupa penganiayaan biasa
b)  Bukan penganiayaan yang dilakukan
            .       Terhadap bapak atau ibu yang sah, istri atau anaknya
            .       Terhadap pegawai negri yang sedang dan atau karena menjalankan tugasanya yang sah
            .       Dengan memasukkan bahan berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum
c) Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan dan  
    pencaharian

Penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu.
Hal ini diatur oleh Pasal 353 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
(1)     Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan Pidana Penjara paling lama empat tahun.
(2)  Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan Pidana Penjara paling lama  tujuh tahun.
(3)  Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan Pidana Penjara paling lama sembilan tahun.

 Unsur penganiayaan berencana
adalah direncanakan terlebih dahulu sebelum perbuatan dilakukan. Penganiayaan dapat dikualifikasikan menjadi penganiayaan berencana jika memenuhi syarat-syarat:
a)     Pengambilan keputusan untuk berbuat suatu kehendak dilakukan dalam suasana batin yang tenang.
b)   Sejak timbulnya kehendak/pengambilan keputusan untuk berbuat sampai dengan pelaksanaan perbuatan ada tenggang waktu yang cukup sehingga dapat digunakan olehnya untuk berpikir, antara lain:
             1.       Resiko apa yang akan ditanggung.
             2.       Bagaimana cara dan dengan alat apa serta bila mana saat yang tepat untuk melaksanakannya.
             3.       Bagaimana cara menghilangkan jejak.
c)     Dalam melaksanakan perbuatan yang telah diputuskan dilakukan dengan suasana hati yang tenang.

Penganiayaan Berat.
Hal ini diatur oleh Pasal 354 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
(1)  Barangsiapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan Pidana Penjara paling lama delapan tahun.
(2)  Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan Pidana Penjara paling lama sepuluh tahun.

Unsur-unsur penganiayaan berat, antara lain:
Kesalahan (kesengajaan), Perbuatannya (melukai secara berat), Obyeknya (tubuh orang lain), Akibatnya (luka berat). Apabila dihubungkan dengan unsur kesengajaan maka kesengajaan ini harus sekaligus ditujukan baik terhadap perbuatannya, (misalnya menusuk dengan pisau), maupun terhadap akibatnya yakni luka berat.

Penganiayaan Berat Dan Berencana.
Penganiyaan berat berencana, dimuat dalam pasal 355 KUHP yang rumusannya adalah sebagai berikut :
(1)  Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan Pidana Penjara paling lama dua belas tahun.
(2)  Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan Pidana Penjara paling lama lima belas tahun

Unsur-unsur penganiayaan berat dan berencana:
a.   Kesengajaan
b.   Direncanakan
c.   Mengakibatkan luka berat
d.   Mengakibatkan kematian

Penganiayaan terhadap orang-orang yang berkualitas tertentu
Hal ini diatur dalam Pasal 356 yang bunyinya sebagai berikut:
1.       Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354, dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga:
2.       Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah,istrinya atau anaknya;
3.       Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah;
4.     Jika kejahatan itu dilakukan denga memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum;


PASAL 360
(1)  Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka berat, diancam dengan Pidana Penjara paling lama satu tahun.
(2)  Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan Pidana Penjara paling lama sembilan bulan atau Pidana Kurungan paling lama enam bulan atau Pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Unsur-unsur dalam pasal 360
1.      Karena kealpaan
2.     Unsur kesalahannya yang mengakibatkan orang luka sedemikian rupa sehingga itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara.

PASAL 361:
Jika kejahatan yang diterangkan bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan.

Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 361:
1)      Objeknya tubuh orang lain
2)      Perbuatan melukai berat atau sampai menimbulkan kematian
3)      Akibat : luka atau halangan menjalankan pekerjaan atau pencarian atau sampai mati
4)      Unsur pemberat, perbuatan dilakukan dalam menjalankan jabatan atau pencarian. 
Demikian yang dapat dkami sampaikan. 
Semoga Bermanfaat!!!

Thursday, March 18, 2021

KAJIAN HUKUM TERHADAP DEMONSTRASI


KAJIAN HUKUM TERHADAP DEMONSTRASI

Dalam Menyampaikan pendapat di muka umum dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) yang berbunyi:

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.

UNJUK RASA/DEMONSTRASI
Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan:[1]
a.    unjuk rasa atau demonstrasi;
b.    pawai;
c.    rapat umum; dan atau
d.    mimbar bebas.

Jadi, demonstrasi merupakan salah satu bentuk penyampaian pendapat di muka umum. Unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.[2]

Penyampaian pendapat di muka umum tersebut dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali:[3]
a.   di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional;
b.   pada hari besar nasional.

Perlu diketahui, pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.[4]

TATA CARA PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM
Penyampaian pendapat di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polri”). Pemberitahuan secara tertulis tersebut disampaikan oleh yang bersangkutanpemimpin, atau penanggungjawab kelompok. Pemberitahuan disampaikan selambat - lambatnya 3 x 24 jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.Pemberitahuan secara tertulis ini tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.[5]

Surat pemberitahuan tersebut memuat:
a.    maksud dan tujuan;
b.    tempat, lokasi, dan rute;
c.    waktu dan lama;
d.    bentuk;
e.    penanggung jawab;
f.     nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan;
g.    alat peraga yang dipergunakan; dan/atau
h.    jumlah peserta.

Penanggungjawab kegiatan demonstrasi wajib bertanggungjawab agar kegiatan tersebut terlaksana secara aman, tertib, dan damai. Setiap sampai 100 orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan pawai, harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggungjawab.[6]

JENIS DEMONSTRASI YANG DILARANG
Meskipun demonstrasi diperbolehkan sebagai bentuk penyampaian pendapat di muka umum, namun ada beberapa jenis demo yang dilarang, beberapa di antaranya yaitu:
1.   Demo yang Menyatakan Permusuhan, Kebencian atau Penghinaan
Dilarang melakukan demo dengan cara:[7]
a.               menyatakan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia;
b.   mengeluarkan perasaan atau perbuatan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
c.   menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum yang mengandung pernyataan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia;
d.   lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana atau kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan;
e.   menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan yang menghasut supaya melakukan perbuatan pidana,menentang penguasa umum dengan kekerasan.

2.   Demo di Lingkungan Istana Kepresidenan
Tak hanya di lingkungan istana Kepresidenan, aksi demo juga dilarang dilakukan di tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional.[8]

3.   Demo di Luar Waktu yang Ditentukan
Aksi demo hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu sebagai berikut:[9]
a.    di tempat terbuka antara pukul 06.00 s.d. pukul 18.00 waktu setempat.
b.    di tempat tertutup antara pukul 06.00 s.d. pukul 22.00 waktu setempat.


4.   Demo Tanpa Pemberitahuan Tertulis Kepada Polri
Demo wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok. Pemberitahuan tersebut disampaikan selambat-lambatnya 3x24 jam sebelum kegiatan dimulai dan telah diterima oleh Polri setempat.[10]

5.   Demo yang Melibatkan Benda-Benda yang Membahayakan
Peserta demo dilarang membawa benda-benda yang membahayakan.[11]Selain itu, juga dilarang mengangkut benda-benda yang dapat menimbulkan ledakan yang membahayakan jiwa dan/atau barang.[12]

Sanksi Bagi Pihak yang Menghalangi Penyampaian Pendapat
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan UU 9/1998, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.[13]

Dasar hukum:
1.   Undang-Undang Dasar 1945;
2.   Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum;
3.   Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.


[1] Pasal 9 ayat (1) UU 9/1998
[2] Pasal 1 angka 3 UU 9/1998
[3] Pasal 9 ayat (2) UU 9/1998
[4] Pasal 9 ayat (3) UU 9/1998
[5] Pasal 10 UU 9/1998
[6] Pasal 12 UU 9/1998
[7] Pasal 12 huruf d, e, f, g, dan h Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum (“Perkapolri 9/2008”)
[8] Pasal 9 ayat (2) huruf a UU 9/1998 jo. Pasal 10 Perkapolri 9/2008
[9] Pasal 6 ayat (2) Perkapolri 9/2008
[10] Pasal 10 UU 9/1998 jo. Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 15 Perkapolri 9/2008
[11] Pasal 9 ayat (3) UU 9/1998 dan Pasal 12 huruf uu Perkapolri 9/2008
[12] Pasal 12 huruf v Perkapolri 9/2008
[13] Pasal 18 ayat (1) UU 9/1998


By: Materi Hukum LBH Trisakti For Justice

ISI MAKALAH HUBUNGAN DIPLOMATIK DITINJAU DARI KONVENSI WINA 1961

BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Menurut Jan Osmanczyk, Hukum Diplomatik merupakan cabang dari hukum Internasionalyan...