Friday, May 24, 2019

MAKALAH KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN PEMEGANG HAK ATAS TANAH


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Mahasa Esa. Makalah ini membahas tentang ”KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN PEMEGANG HAK ATAS TANAH”.
Pokok bahasan dalam makalah disesuaikan dengan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) mata kuliah Hukum Agraria. Makalah ini berisi pokok bahasan mengenai pengertian Hukum Agraria dan Hukum Tanah, Hukum Agraria Kolonial, Hukum Agraria Nasional, Hak Penguasaan Atas Tanah, Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, Land Reform, Penatagunaan Tanah, dan Pendaftaran Tanah.
Dalam realita, masalah, kasus, perkara, maupun sengketa agraria khususnya pertanahan tidak semakin sedikit tetapi semakin banyak jumlah dan variasinya. Oleh karena itu, diperlukan bahan bacaan yang dapat membantu menyelesaikan masalah, kasus, perkara, maupun sengketa. Makalah ini dapat menjadi bahan bacaan juga dapat dijadikan referensi dalam menyelesaikan masalah, kasus, perkara, maupun sengketa di bidang agraria khususnya di bidang pertanahan.
Serang, 05 Oktober 2016
                                              Penyusun,


                                                                                    Jay Edgar,S .H
                                                       

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah  .............................................................................................. 4
1.3. Maksud dan Tujuan ............................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian & Dasar Hukum Wewenang & Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah ..................................................................................................................6
B.   Pengaturan Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah ................................................... 8

BAB III PENUTUP
Kesimpulan.............................................................................................................. 20
Saran ....................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 21
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. 22

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Tanah merupakan tempat manusia menjalankan aktivitas dan menjalani kehidupan keseharian. Semenjak jaman dahulu tanah, kerap menjadi objek yang menarik untuk dikaji dari waktu-kewaktu. Tidak dipungkiri, tanah memiliki posisi strategis, baik bagi perorangan (individu), badan, maupun negara, sehingga pada saat tertentu, terkadang memuncukan konflik kepentingan antara satu individu, dengan individu lainnya. Sehubungan dengan hal ini, maka perlu untuk ditetapkan aturan yang jelas mengenai status penguasaan dan pemanfaatannya.
Fungsi tanah bagi kehidupan manusia adalah sebagai tempat dimana manusia tinggal, melaksanakan aktivitas sehari-hari, menanam tumbuh-tumbuhan, hingga menjadi tempat peristirahatan terahkir bagi manusia. Seperti pendapat Benhard Limbong dalam bukunya yang berjudul Konflik Pertanahan, tanah bagi kehidupan manusia memiliki arti yang sangat penting, karena sebagian besar dari kehidupannya tergantung pada tanah. Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia dimuka bumi. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber kehidupan. Dalam hal ini, tanah mempunyai dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis.[1]
Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social aset dan capital aset. Sebagai social aset tanah merupakan sarana peningkat kesatuan sosial di kalangan masyarakat Indonesia untuk hidup dan kehidupan, sedangkan sebagai capital aset tanah telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting sekaligus sebagai bahan perniagaan dan obyek spekulasi. Di satu sisi tanah harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk sebesar-sebesarnya kesejahteraan rakyat, secara lahir, batin, adil, dan merata, sedangkan disisi lain juga harus di jaga kelestariannya.[2]
Penguasaan dan pemanfaatan tanah, memasuki babak baru pada era globalisasi dan perdagangan bebas. Setiap negara berupaya menawarkan berbagai kemudahan untuk menarik investasi dari luar negeri, termasuk salah satunya, paket tawaran penguasaan hak atas tanah.
Dengan mulai berlakunya UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) terjadi perubahan fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia, terutama hukum dibidang pertanahan, yang sering kita sebut sebagi Hukum Pertanahan yang dikalangan pemerintahan dan umum juga dikenal sebagai Hukum Agraria.
UUPA bukan hanya memuat ketentuan-ketentuan mengenai perombakan hukum agraria. sesuai dengan namanya Peraturan dasar pokok-pokok Agraria, UUPA memuat juga lain-lain pokok persoalan agrarian serta penyelesaiannya.
Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumu dibawahnya serta yang berada dibawah air. permukaan bumi sebagai bagian dari bumi juga disebut tanah. Tanah yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah.
Berdasarkan dari uraian yang telah dijabarkan, maka penulis akan membahas Makalah mengenai Kewenangan & Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah .

1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang ingin dilihat dalam penulisan ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan Wewenang dan Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah?
2.      Apa Dasar Hukum Wewenang dan Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah?
3.      Bagaimana Pengaturan dan Macam-Macam Hak Penguasaan Atas Tanah ?
4.      Bagaimana Penguasaan Atas Tanah Sebagai Lembaga Hukum dan Hubungan Hukum Yang Konkret ?





1.3. Maksud dan Tujuan
      Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui dan memahami pengertian Wewenang dan Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah.
2.      Mengetahui dan memahami Dasar Hukum Hukum Wewenang dan Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah.
3.      Mengetahui pengaturan dan pembagian-Pembagian Hak-Hak Pemegang Kewenangan dan Kewajiban Atas Tanah tersebut.



























                                                                            BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian & Dasar Hukum Wewenang dan Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah
Pengertian “penguasaan” dan “menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain.[3]
Ada penguasaan yuridis, biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisik dilakukan oleh pihak lain. Misalnya, seseorang memiliki tanah tidak mempergunakan tanahnya sendiri melainkan disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah, akan tetapi secara fisik dilakukan oleh penyewa tanah. 
Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik. Misalnya, kreditor (bank) memgang jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan), akan tetapi secara fisik penguasaan tanahnya tetap ada pada pemegang hak atas tanah. Penguasaan yuridis dan fisik  atas tanah ini dipakai dalam aspek privat, sedangkan penguasaan yuridis yang beraspek publik, yaitu penguasaan atas tanah  sebagaimana yang disebutkan dalam  Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA.[4]
Hak-hak Atas Tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu “atas dasar hak menguasai dari negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum”.[5]
Dengan demikian, jelaslah bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas dan dengan ukuran panjang dan lebar.
Menurut Soedikno Mertokusumo wewenang pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2 yaitu :
a)      Wewenang Umum
Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi, air dan ruang untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tnah.
b)      Wewenang Khusus
Wewenang yang bersifat  khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya.
Misalnya :
v  Wewenang pada tanah Hak Milik dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan.
v  Wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya.
v  Wewenang pada tanah Hak Guna Usaha adalah menggunakan tanah untuk kepentingan perusahaan di bidang pertanian, perikanan, peternakan atau perkebunan.







B.  Pengaturan Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah
Kewajiban untuk menggunakan dan memelihara potensi tanah yang bersangkutan. Dalam UUPA kewajiban-kewajiban yang bersifat umum artinya berlaku pada setiap hak atas tanah (pasal 6) menyatakan bahwa; semua hak atas tanah mepunyai fungsi social. Pasal 10 khususnya mengenai pertanian yaitu kewajiban bagi pihak yang mempunyainya untuk mengerjakan atau mengusahakannya sendiri.
Dalam tiap hukum tanah terdapat pengaturan mengenai berbagai hak penguasaan atas tanah. Dalam UUPA misalnya diatur dan sekaligus ditetapkan tata jenjang atau hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional kita, yaitu[6] :
1)      Hak Penguasaan Bangsa
Hak ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah Negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah. pengaturan ini termuat dalam Pasal 1 ayat (1)-(3) UUPA.
Hak Bangsa Indonesia atas tanah mempunyai sifat komunalistik, artinya semua tanah yang ada dalam wilayah NKRI merupakan tanah bersama rakyat Indonesia, yang telah bersatu sebagai Bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (1) UUPA). selain itu juga mempunyai sifat religius, artinya seluruh tanah yang ada dalam wilayah NKRI merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1 ayat (2) UUPA). Hubungan antara Bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi, atinya selama rakyat Indonesia masih bersatu sebagai Bangsa Indonesia dan selama tanah tersebut masih ada pula, dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut (Pasal 1 ayat (3).
Dalam UUPA ditetapkan jenjang atau hirarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah materil :
1. Hak Bangsa
2. Hak menguasai dari Negara
3. Hak ulayat masyarakat hukum adat
4. Hak-hak perorangan / individual yaitu :
Hak atas tanah sebagai individu yang semuanya secara langsung ataupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa (pasal 16 dan 53 UUPA).
Mengenai Hak-hak atas tanah tercermin dalam Pasal 4 ayat 1 “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”.
Pasal 4 ayat 2 “Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penguasaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi”.

a.  Menurut Hukum Adat
Hukum tanah materil (UUPA) berdasarkan pada hukum adat. Hukum Tanah Adat mengatur mengenai hak-hak atas tanah. Hak atas tanah adat antara lain : hak ulayat, hak milik adat, hak golongan dan hak menikmati. Hukum tanah adat bersifat komunal yang mewujudkan semangat gotong royong dan kekeluargaan yang diliputi suasana religius. Hak milik adat, hak golongan dan hak-hak lain yang sejenis berdasarkan Pasal II Ketentuan Konvensi menjadi Hak Milik (pasal 20 UUPA).
Untuk Hak Ulayat tetap dipertahankan dengan syarat-syarat-syarat tertentu sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3 UUPA “...pelaksana Hak Ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataan masih ada, harus demikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatua bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.


b. Menurut UUPA
Hak Menguasai Negara dan Pengaturannya. Setiap hukum tanah mempunyai pengauturan mengenai berbagai hak-hak penguasaan tanah. UUPA menetapkan tingkatan hak-hak penguasaan atas tanah yaitu :
1. Hak Bangsa
2. Hak menguasai dari Negara
3. Hak ulayat masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataan masih ada.
4. Hak perorangan :
a) Hak-hak atas tanah (pasal 4)
Hak primer : Hak Milik, HGU, HGB; yang diberikan oleh negara dan Hak Pakai yang diberikan oleh negara (pasal 16).
Hak Sekunder: HGB dan Hak Pakai yang diberikan oleh pemilik tanah, hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa dan sebagianya (pasal 37, 41 dan 53).
b) Wakaf (pasal 49), wakaf tidak hanya terhadap barang/benda tetap, akan tetapi bisa juga barang-barang yang bernilai ekonomi sebagaiman UU No.41 tahun 2004 tentang Wakaf pasal 16 “Harta benda wakaf terdiri atas benda bergerak dan tidak bergerak”.
c) Hak milik atas satuan rumah susun (UU No.16 tahun 1985)
d) Hak jaminan atas tanah; hak tanbggungan (pasal 23, 33, 39, 51) dan Fidusia   (UU No.16 tahun 1985).

2)      Pemberian Hak atas Tanah
Hak penguasaan atas tanah berisi kewenangan, kewajiban atau larangan bagi pemegang haknya. Misalnya hak atas tanah yang disebut dalam pasal 28 dibatasi jangka waktu penggunaan tanahnya. HGB, Hak Tanggungan sebagai hak penguasaan atas tanah berisi kewenangan bagi kreditor untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Hak penguasaan atas tanah oleh kreditur bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cidera janji dan mengambil dari hasil seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur.
Pasal 4 ayat 1 Jo. Pasal 16, Jo. Pasal 53 bahwa atas dasar hak menguasai dari negara ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,yang disebut tanah yanga dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang / badan hukum :
a)      Hak milki,
b)      Hak guna usaha,
c)      Hak guna bangunan,
d)     Hak pakai,
e)      Hak sewa,
f)       Hak membuka tanah,
g)      Hak memungut hasil hutan
h)      Hak-hak yang tidak termasuk diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara (pasal 53) yaitu : hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian.
a)      Hak Milik
Hak milik adalah hak yang turun temurun terkuat terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dan memberi kewenangan untuk menggunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas sepanjang tidak ada larangan khusus untuk itu.
Yang dapat mempunyai hak milik (pasal 21 UUPA) :
1. Warga negara Indonesia
2. Badan hukum yang ditetapkan pemerintah dengan syarat-syaratnya
3. Orang asing, karena :
-  Pewarisan tanpa wasiat
-  Percampuran harta karena perkawinan
-  Kehilangan kewarganegaraan
-  Dwi kewarganegaraan
Wajib melepaskan haknya dalam jangka waktu 1 tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan.
a.       Badan hukum yang ditetapkan pemerintah dapat mempunyai hak milik atas tanah dengan syarat-syarat:
Dasar Hukumnya (pasal 21 ayat 2 UUPA, PP 38 tahun 1963 : penunjukan badan-badan hukum dapat mempunyai hak milik atas tanah) :
1) Bank-bank yang didirikan oleh negara (Bank Negara)
-  Untuk tempat bangunan yang diperlukan guna menunaikan tugasnya serta untuk perumahan bagi pegawai-pegawainya.
- Berasal dari pembelian dalam pelelangan umum dan dalam waktu 1 tahun sejak diperolehnya wajib dialihkan kepada pihak yang dapat mempunyai hak milik.
2) Perkumpulan koperasi pertanian atas dasar undang-undang atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebiih dari batas maksimum.
3) Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Agama.
4) Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Kesejahteraan sosial, misalnya : untuk keperluan yang langsung berhubungan dengan usaha keagamaan dan sosial.

Terjadinya Hak Milik :
1. Terjadinya hak milik dalam hukum adat diatur dalam PP.
2. Penetapan pemerintah menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan PP.
3. Ketentuan UU.

Hapusnya Hak Milik:
1. Karena pencabutan hak untuk kepentingan umum, bangsa dan negara dengan memberikan ganti rugi (UU No.20/1961).
2. Karena penyerahan suka rela oleh pemiliknya.
3. Karena ditelantarkan.
4. Karena orang asing atau badan hukum yang tidak ada pewaris atau tidak ada wasiat atau karena sebab-sebab peralihan lainnya dalam jangka waktu 1 tahun sejak diperolehnya hak tidak mengalihkan kepada yang boleh mempunyai hak milik.
5.  Tanahnya musnah.

Kewajiban Pendaftaran Hak Milik
                   Hak Milik atas tanah,demikian pula setiap peralihan, pembebanan dengan hak-hak lain, dan hapusnya Hak Milik atas tanah harus didaftarkan ke Kantor Pertahanan Kabupaten / Kota setempat. Pendaftaran ini merupakan alat pembuktian yang kuat (Pasal 23 UUPA). Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya Hak Milik diterbitkan tanda bukti hak berupa sertifikat. Sertifikat menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam Buku Tanah yang bersangkutan.
Penggunaan Hak Milik oleh Bukan Pemiliknya
                   Pada asasnya, pemilik tanah berkewajiban menggunakan atau mengusahakan tanahnya sendiri secara aktif. Namun demikian, UUPA mengatur bahwa Hak Milik atas tanah dapat digunakan atau diusahakan oleh bukan pemiliknya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 24 UUPA, yaitu penggunaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan. Beberapa bentuk penggunaan atau pengusahaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya, yaitu :
A.    Hak Milik tanah dibebani dengan Hak Guna Bangunan.
B.     Hak Milik atas tanah dibebani dengan Hak Pakai
C.     Hak Sewa untuk Bangunan
D.    Hak Gadai (Gadai Tanah).
E.     Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil).
F.      Hak Menumpang.
G.    Hak Sewa Tanah Pertanian.
4.    Hak Guna Usaha
Hak guna usaha adalah hak mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara guna perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. Subjek guna usaha adalah Warga negara Indonesia dan Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
            Pemegang HGU tidak lagi memenuhi syarat dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan HGU kepada yang memenuhi syarat, jika tidak dilepaskan maka HGU tersebut hapus dan tanahnya menjadi tanah negara.
Objek guna usaha :
a.  Tanah negara
b.  Apabila tanah negara dalam bentuk hutan, maka pemberian HGU diberikan setelah tanahnya dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan.
c.  Apabila tanah telah dikuasai dengan hak-hak tertentu, pelaksanaan ketentuan HGU dapat dilaksanakan setelah selesai pelepasan hak sesuai dengan tata cara yang diatur dalam UU.
d. Apabila diatas tanah tersebut ada tanaman atau bangunan milik pihak lain yang sah, pemilik bangunan dan tanaman diberi ganti rugi yang dibebankan pada pemegang HGU.
Luas Tanah :
a.  Luas tanah minimum 5 Ha.
b.  Luas maksimum yang dapat diberikan pada perorangan 25 Ha.
c.  Dapat diperbaharui setelah jangka waktu perpanjang berakhir.
d.  Permohonan perpanjangan / pembaharuan hak diajukan 2 tahun sebelum berakhirnya hak.

       5.    Hak Guna Bangunan (HGB)
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dalam jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang sampai dengan 20 tahun lagi, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak guna banguna dalam UUPA diatur mulai dari pasal 35 – 39.
Dasar hukumnya :
1)      UUPA ditentukan dalam pasal 35-40 dan pasal 50 – 52 dan pasal 55, serta ketentuan-ketentuan konvensi pasal II, III, V dan pasal VIII.
2)      PP No.40 tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas tanah, sebagai ketentuan pelaksanaan dari pasal-pasal UUPA mengenai HGU, HGB dan hak pakai atas tanah yang mulai berlaku tanggal 17 Juni 1996. Pasal yang mengatur secara rinci mengenai HGB dalam PP No.40 tahun 1996, dari pasal 19-38 tentang subjek hukum guna bangunan dan hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan penggunaan HGB.
Sesuai dengan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 yang dapat menjadi pemengang HGU adalah Warga Negara Indonesia, Badan Hukum yang didirikan menurut hokum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Sedangkan Badan Hukum yang didirikan menurut ketentuan Hukum Indonesia tetapi tidak berkedudukan di Indonesia tidak mungkin memiliki HGU atau Badan Hukum yang tidak didirikan menurut ketentuan Hukum Indonesia, tetapi berkedudukan di Indonesia juga tidak memiliki HGu. Dalam kaitannya sebagai subjek hak, HGU sebagai tersebut di atas, maka sesuai dengan Pasal 20 PP No. 40 Tahun 1996 ditententukan bahwa Ayat (1) : “ pemengang Hak Guna Bangunan yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana yang dimakasud dalam pasal 19 dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan Hak Atas Tanah tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat ”.
Ayat (2) : ” Apabila dalam jangka waktu sebagaimana yang dimaksud dalam Ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau tidak di alihkan, hak tersebut hapus karena hukum.

Objek Hak Guna Bangunan
Objek dari Hak Guna Bangunan adalah tanah yang telah diberikan hak utuk digunakan mendirikan bangunan diatasnya dengan diberikan batas waktu pengunaan tanah jangka waktunya adalah 30 Tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun lagi. Menurut Pasal 21 PP No. 40 Tahun 1996 jenis tanah yang dapat diberikan dengan HGU adalah:
a. Tanah Negara
b. Tanah Hak Pengelolaan
c. Tanah Hak Milik

Terjadinya Hak Guna Bangunan
1)      Mengacu pada Pasal 23 PP No. 40 Tahun 1996 terjadinya Hak Guna Bangunan adalah : Pemberian HGU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 didaftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.
2)      HGU atas tanah Negara atau atas tanah hak pengelolaan terjadi sejak di daftar oleh kantor pertanahan.
3)      Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Guna Bangunan diberikan sertipikat hak atas tanah.

6.    Hak Pakai
Hak pakai adalah hak untuk mengunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik  orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya.
Subjek hak pakai :
a)      WNI
b)      Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia   
c)      Departemen, lembaga permerintahan non departemen dan Pemerintah daerah.
d)     Badan – Badan keagamaan dan sosial
e)      Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
f)       Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
g)      Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan Internasional

Objek Hak Pakai :
1. Tanah Negara
2. Tanah Hak Pengelolaan
3. Tanah Hak Miliki

Jangka waktu :
1.  Paling Lama 25 Tahun
2.  Dapat diperpanjang untuk jangka 20 tahun
3.  Untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu oleh :
a. Departemen, lembaga permerintahan non departemen dan Pemerintah daerah.
b. Badan – Badan keagamaan dan sosial
c. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan Internasional
4. Dapat diperbaharui setelah jangka waktu perpanjangan berakhir.
v  Permohonan perpanjangan/pembaharuan hak diajukan dua Tahun sebelum berakhirnya Hak
v  Hak di atas HM tidak dapat diperpanjang, hanya dapat diperbaharui dengan pemberian HP baru dengan AKTA yang dibuat oleh pejabat pembuat AKTA tanah.

Terjadinya Hak Pakai.
a)      Hak pakai atas tanah Negara : keputusan pemberian hak oleh pejabat yang berwenang.
b)      HP atas Tanah HPL (Hak Pengelolaan Lahan) : keputusan pemberian hak oleh pejabat yang berwenang atas usul pemegang HPL.
c)      HP atas hak milik : pemberian oleh pemengang HM dengan AKTA yang dibuat oleh pejabat pembuat AKTA tanah.


Hapusnya Hak Pakai :
a)      Jangka waktunya berakhir
b)      Dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang, pemengang HPL atau pemengang HM sebelum jangka waktu berakhir karena :
1)      Tidak dipenuhi kewajiban – kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya  ketentuan – ketentuan pememberian HGU
2)      Tidak dipenuhinya syarat – syarat atau kewajiban- kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian HP antara  dengan pemengang HM atau HPL
3)      Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
c)      Dilepaskan secara suka rela sebelum jangka waktu berakhir.
d)     Dicabut berdasarkan undang –undang No. 20 Th 1961.
e)      Ditelantarkan
f)       Tanahnya musnah
g)      Tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang HP dan dalam jangka waktu satu tahun tidak melepaskan atau mengalihkan kepada yang memenuhi syarat.

Hak dan Kewajiban.
Pemilik tanah berhak atas bagian hasil tanah yang diterapkan atas dasar kesepakatan oleh kedua belah pihak dan berhak menuntut pemutusan hubungan bagi hasil jika ternyata kepentingan yang dirugikan oleh penggarap.Kewajibannya menyerahkan tanah garapan kepada penggarap dan membayar pajak atas tanah garapan yang bersangkutan.

Hak Menumpang
            Hak yang member wewenang kepada seseorang untuk mendirikan dan menempati rumah di atas tanah pekarangan milik orang lain.
Cara terjadinya
            Terjadi atas dasar kepercayaan oleh pemilik tanah kepada orang lain yang belum mempunyai rumah sebagai tempat tinggal dalam bentuk tidak tertulis, tidak ada sanksi, dan tidak diketahui oleh perangkat desa/kelurahan setempat , sehingga jauh dari jaminan kepastian hokum dan perlindungan hokum bagi kedua belah pihak.
Sifat Pemerasan.
Pada umumnya Hak Menumpang terjadi karena adanya unsur-unsur tolong menolong dari pemilik tanah kepada orang lain yang terjadi timpa musibah, namun dalam perkembangan juga terdapat sifat pemerasan.
Sifat-sifat dan ciri-ciri.
Sifat-sifat dan ciri-ciri Hak Menumpang adalah sebagai berikut :
a.       Tidak mempunyai jangka waktu yang pasti karena sewaktu-waktu dapat dihentikan.
b.      Hubungan hukumnya lemah, yaitu: sewaktu-waktu dapat diputuskan oleh pemilik tanah jika ia memerlukan tanah tersebut
c.       Pemegang Hak Menumpang tidak wajib membayar sesuatu (uang sewa) kepada pemilik tanah.
7.    Hak Ulayat
Tanah ulayat merupakan kepunyaan bersama diyakini sebagai karunia suatu kekuatan gaib atau peninggalan nenek moyang kepada kelompok yang merupakan masyarakat hukum adat sebagai unsure penghidupanya sepanjang masa. Disinilah unsur religious atau keagamaanya, hubungan hokum antara masyarakat adat dengan Ulayat nya. Kelompok tersebut bisa merupakan masyarakat hokum adat yang territorial (desa, marga, Nagari, Huta) bisa juga merupakan yang Genealogik atau keluarga ( seperti suku, kamu Minangkabau). UUPA  Pasal 3 menentukan Hak Ulayat sebagai berikut : dengan mengingat ketentuan – ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan Hak Ulayat dan Hak –Hak yang serupa dari masyarakat Hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa, sehinga sesuai dengan kepentinggan Nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan Bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang –undang peraturan- peraturan yang lebih tinggi    
Hak Ulayat sebutan yang dikenal dalam kepustakaan hokum adat dan dikalangan masyarakat hokum adat diberbagai daerah dikenal nama yang berbeda merupakan hak penguasaan tertinggi atas tanah dalam hukum adat yang meliputi semua tanah yang termasuk  dalam lingkungan wilayah suatu masyarakat hukum adat tertentu, yang merupakan tanah kepunyaan bersama para warganya.
Hak ulayat mengandung 2 unsur :
1)      Unsur hukum perdata yaitu sebagai hak kepunyaan bersama para warga masyarakat hokum adat yang bersangkutan atas tanah ulayat yang dipercayai berasal dari peningalan nenek moyang mereka.
2)      Unsur hukum publik yaitu sebagai kewenangan untuk mengelola dan mengatur peruntukan, penggunaan tanah ulayat tersebut baik dalam hubungan dengan orang-orang bukan warga atau orang luar,  yang pelaksanaanya diserahkan kepada kepala adat atau bersama para tetua adat.
Pemegang Hak Ulayat      
Pemegang hak ulayat adalah masyarakat hokum adat, baik yang merupakan persekutuan hokum yang didasarkan pada kesamaan tempat tinggal (teritorial), maupun yang didasarkan pada turunan (Geneologis) yang dikenal  dengan berbagai nama yang khas didaerah bersangkutan seperti suku, marga, kaum, dati, dusun, nagari dan sebagainya.

Objek Hak Wilayah
Objek Hak Wilayah adalah semua tanah dalam wilayah masyarakat hokum adat yang territorial yang bersangkutan.
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Guna penyelesaian masalah hak ulayat pemerintah telah mengeluarkan pedoman dengan PMNA/KBPN No. 5 Th 1999. Peraturan ini memuat kebijakan, memperjelas prinsip pengakuan terhadap hak ulayat dan hak –hak yang serupa dari masyarakat hokum adat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UUPA.
Kebijakan tersebut meliputi :
a)      Penyamaan persepsi mengenai hak ulayat (Pasal 1)
b)      Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5)
c)      Kewenangan masyarakat hokum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4). Pelaksanaan hak ulayat pada kenyataanya masih ada dilakukan oleh masyarakat hokum adat setempat.



BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Pengertian “penguasaan” dan “menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain.
Dalam UUPA diatur dan sekaligus ditetapkan tata jenjang atau hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional kita, Yaitu:
1.      Hak Bangsa Indonesia atas tanah
2.      Hak menguasai dari Negara atas tanah
3.      Hak ulayat masyarakat hukum adat.
4.      Hak Perorangan atas tanah
Hak-hak penguasaan atas tanah yaitu sebagai berikut  :
1.      Hak Penguasaan Bangsa
2.      Hak Milik
3.      Hak Guna Usaha
4.      Hak Guna Bangunan (HGB)
5.      Hak Pakai (HP)
6.      Hak Ulayat

B. Saran
1)      Supaya orang pemilik hak atas tanah sudah seharusnya mendaftarkan kepemilikannya.
2)      Pemerintah melalui badan pertanahan nasional (BPN) untuk tidak mempersulit kepemikan tanah dengan biaya ringan dan cepat.



DAFTAR PUSTAKA
Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Bayumedia Publishing, Malang : 2007).
Benhard Limbong,  Konflik Pertanahan, (Margaretha Pustaka, Jakarta : 2012).
Akses Sumber Internet Browser :
Pengertian & Dasar Hukum Wewenang Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah, data diperoleh dari sumber internet berdasarkan link browser : http://www.chandraadiputra.com/2014/01/makalah-penguasaan-hak-atas-tanah_1.html, yang diunduh waktu 09.00 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
Pengusaan Yuridis Hak Pemegang Atas Tanah, data diperoleh dari sumber internet berdasarkan link : http : //www.chandraadiputra.com/2014/01/makalah-penguasaan-hak-atas-tanah_1.html, yang diunduh waktu 09.15 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
Hak-hak Atas Tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, data diperoleh dari sumber internet berdasarkan link browser : hhttps ://materimahasiswahukumindonesia.blogspot.co.id/2015/01/hak-hak-atas-tanah.html, yang diunduh waktu 09.30 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
Hierarki hak - hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah di Negara Indonesia yang diatur UUPA, data diperoleh dari sumber internet browser berdasarkan link browser : hhttps://materimahasiswahukumindonesia.blogspot.co.id/2015/01/hak-hak-atas-tanah.html, yang diunduh waktu 09.45 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.









[1]  Benhard Limbong,  Konflik Pertanahan, (Margaretha Pustaka, Jakarta : 2012), hal.2
[2] Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Bayumedia Publishing, Malang : 2007), hal.1-2.
[3] Pengertian & Dasar Hukum Wewenang Kewajiban Hak Pemegang Atas Tanah, data diperoleh dari sumber internet berdasarkan link : http://www.chandraadiputra.com/2014/01/makalah-penguasaan-hak-atas-tanah_1.html, yang diunduh waktu 09.00 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
[4] Pengusaan Yuridis Hak Pemegang Atas Tanah, data diperoleh dari sumber internet berdasarkan link : http://www.chandraadiputra.com/2014/01/makalah-penguasaan-hak-atas-tanah_1.html, yang diunduh waktu 09.15 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.

[5] Hak-hak Atas Tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, data diperoleh dari sumber internet berdasarkan link : hhttps://materimahasiswahukumindonesia.blogspot.co.id/2015/01/hak-hak-atas-tanah.html, yang diunduh waktu 09.30 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
[6] Hierarki hak - hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah di Negara Indonesia yang diatur UUPA, data diperoleh dari sumber internet browser berdasarkan link : hhttps://materimahasiswahukumindonesia.blogspot.co.id/2015/01/hak-hak-atas-tanah.html, yang diunduh waktu 09.45 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.

ISI MAKALAH HUBUNGAN DIPLOMATIK DITINJAU DARI KONVENSI WINA 1961

BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Menurut Jan Osmanczyk, Hukum Diplomatik merupakan cabang dari hukum Internasionalyan...